Sunday, September 28, 2014

Jangan Berbuat Dosa Lagi!

“Lalu Yesus bangkit berdiri dan berkata kepadanya: ‘Hai perempuan, di manakah mereka? Tidak adakah seorang yang menghukum engkau?’ Jawabnya: ‘Tidak ada, Tuhan.’ Lalu kata Yesus: ‘Aku pun tidak menghukum engkau. Pergilah, dan jangan berbuat dosa lagi mulai dari sekarang’”

Yohanes 8:10-11

Persekutuan Doa Agape, Petrotec Group, 19 September 2014
Oleh: Pdt. Berghouser Benget

Pdt. Berghouser Benget dari GKI Ampera sudah dua kali hadir di PD Agape. Kali ini, tema yang dibawakan cukup berat, yakni pesan Tuhan Yesus kepada wanita yang nyaris dirajam karena tertangkap basah berdosa. Pesan yang sederhana, lembut, namun membawa bobot yang berat. Pesan untuk ‘jangan berbuat dosa lagi’. Berat nih! Bagaimana caranya? Ketika membaca tema ini, panitia segera paham bahwa tugas ini bukan untuk orang biasa, melainkan perlu mengundang pembicara luar.

Pak Benget memulai khotbahnya dengan sebuah pertanyaan: “Apakah ada diantara kita yang pernah tertangkap basah?”. Pernah, tentu saja. Waktu kecil mencuri mangga tetangga, atau ketahuan polisi masuk jalur busway. Saya pun terbayang para tersangka kasus korupsi KPK yang tertangkap basah, betapa pucat wajahnya ketika ditangkap. Bahkan mantan hakim konstitusi sampai menempeleng seorang wartawan, disaksikan jutaan rakyat Indonesia melalui televisi! “Bagaimana perasaannya waktu tertangkap basah?” tanya Pak Benget lagi. Kami pun terdiam.

Menurut Pak Benget, jika seseorang berbuat dosa, maka sudah ada hukuman yang terpaut pada dosa itu sendiri tanpa dijatuhkan hukuman tambahan, yakni rasa bersalah. Itulah sebabnya beliau bertanya apakah kita sendiri pernah tertangkap basah. Tidak enak bukan? Baik itu mencuri jambu tetangga atau melirik istri tetangga, namanya ketahuan pasti tidak enak. Tanpa dihukum pun, orang sudah jera. Itu sebabnya, sebagian besar – tidak semua memang – akan jera jika sudah tertangkap basah.

Lalu apa esensi dari tindakan Tuhan Yesus dalam peristiwa ini? Kasusnya sama: seorang wanita tertangkap basah berzinah. Hukumannya jelas: dirajam sampai mati. Walaupun sudah menanggung malu, para kaum Farisi dan Ahli Taurat, sebagai pihak yang lebih suci, ingin menambahkan sebuah hukuman yang sempurna: hukuman mati. Jika perempuan ini mati, maka ia tidak bisa berdosa lagi bukan? Maka dunia akan lebih baik jadinya! Inilah hukum manusia.

Tuhan Yesus, seperti biasa, sangat cerdik. Pertama-tama ia bertanya kepada yang akan menghukum – kebanyakan laki-laki tentu saja. “Yang merasa tidak berdosa, silahkan lempar batu pertama!” kata Tuhan Yesus. Apakah hukuman rajam bagi wanita yang ketahuan berzinah itu adil? Bagaimana dengan partner zinahnya, seorang laki-laki? Dimana dia? Pernah dengar ada laki-laki dirajam karena zinah? Tidak pernah bukan? Apa jangan-jangan, wanita itu berzinah sendirian? Tentu saja tidak bisa. Dengan satu kalimat, Tuhan Yesus mematahkan konsep ‘adil’ pada hukuman rajam karena zinah.

Lalu, proses berikutnya juga sangat indah. Ketika yang tadinya mau menghukum satu-persatu pulang, tinggallah si wanita tadi. Ia bertanya kepada Yesus, satu-satunya orang yang berhak melempar batu dan menjatuhkan hukuman, karena Ia tidak berdosa. Dan Ia menjawab dengan bijak: “Aku tidak menghukum kamu. Pergilah, jangan berbuat dosa lagi!”

Jika Anda tertangkap basah mencuri jambu, lalu dikejar oleh pemilik pohon, dan Anda tertangkap. Lalu pemilik pohon tersenyum, membiarkan Anda membawa jambunya dan berkata: “Dik, kalau mau jambu, ketuk saja ya! Nanti Bapak ambilkan... tidak peru repot-repot memanjat!”. Apakah Anda akan mencuri lagi? Inilah yang dilakukan oleh Tuhan Yesus. Ia tidak memberikan ‘hukuman mati’, tetapi ia memberikan ‘hukuman hidup’. Ia mengijinkan perempuan itu untuk  hidup lebih lanjut, dengan tanggung jawab baru dari pengalaman pahit di hari itu. Jangan diulangi lagi!

Karena temanya adalah mengenai aplikasi kekristenan dalam kehidupan karir, maka diskusi berlanjut. Beberapa rekan menyuarakan bahwa bila semua rekan di kantor diperlakukan dengan prinsip ‘cinta kasih’ – tidak boleh ditegur, dihukum, diberi SP, atau di-PHK, maka kacaulah perusahaan kita. Tetapi, ada suara yang berlawanan: bahwa tidak selalu suara ‘kristiani’ berarti ‘mengampuni semua kesalahan’. Bukankah Tuhan Yesus adalah seorang yang tegas, dan bukan lemah?

Kemudian, Pak Benget menutup diskusi dengan sangat bagus. Bagaimana jika ada seorang karyawan yang melakukan kesalahan? Haruskah kita rajam, atau kita ampuni? Kalau diampuni, lalu bagaimana dengan SOP perusahaan? Jawabannya sederhana. “Tuhan itu membenci dosa, tetapi mengasihi manusia yang berdosa” kata Pak Benget. Itulah jawabannya! Membenci dosa, tapi mengasihi manusia yang berdosa, dan memberikannya tanggung jawab untuk menjadi manusia lebih baik.

Amin, terima kasih Pak Benget!