"Takut akan Tuhan adalah permulaan pengetahuan, tetapi orang bodoh menghina hikmat dan didikan."
Amsal 1:7
Sebuah data statistik pernah menyebutkan bahwa sebagian besar teroris berasal dari jurusan MIPA (Matematika dan Ilmu Pasti Alam alias sains!). Walah, cilakak! Apa yang terjadi? Mengapa justru orang-orang yang percaya tahayul radikalisme, justru berasal dari lingkungan pendidikan sains yang serba logis dan berdasarkan eksperimen? Mengapa "pendidikan" yang mereka terima bukannya membuat mereka berpikir logis, malahan terjerumus pemikiran radikal? Cilakanya lagi: jangan-jangan, pendapat kita bahwa "mereka orang yang tidak berpendidikan" adalah salah? Lalu, dimana dong letak permasalahannya?
Coba kita renungkan sejenak. Sains. Zzzz (ngantuk!). Nanti dulu bro! Hehe. Heinz? Bukan, itu saos tomat wkwk. Sains. Mengapa "dunia sains" selalu erat kaitannya dengan atheisme? Mengapa setiap scientist selalu kelihatannya tidak percaya Tuhan? Apakah benar bahwa seorang scientist baru bisa benar-benar hebat kalau dia menjadi atheis, agnostik, atau apalah itu, maksudnya tidak percaya Tuhan? Dan sebaliknya, apakah bisa seorang beragama menjadi scientist yang hebat?
Kenyataannya, alinea kedua diatas adalah sebuah pemahaman yang diterima oleh umum. Sehingga bayangkan: si Polan, seorang mahasiswa kimia. Beliau orang yang beriman, rajin berdoa, percaya Tuhan sebagai panglima. Lalu kemudian dia diberi tahu bahwa menurut Richard Dawkins nggak ada tuh yang namanya Tuhan! Nggak ada tuh Tuhan dalam reaksi nuklir, yang ada malah Oppenheimer! Juga dalam reaksi nitrasi, adanya Alfred Nobel! Mana Tuhanmu? Mana? Mana? HAHAHAHAHA (ketawa ala Godzilla).
Wajahlah kalau di Polan kemudian, sambil berdiam berdoa, berkecamuk hati kecilnya. Wajarlah kalau beliau, dengan wajah merengut ala Dude Herlino di sinetron Istri Yang Tertukar, kemudian berpikir, "Ya Tuhan, masak semua dosenku bilang Engkau nggak ada sih? Sini Tuhan, aku tunjukkan bahwa Engkau ada, bahwa Engkau yang utama diantara Linus Pauling dan Albert Einstein!" - dan tiba-tiba reaksi nitrasi pembentukan Tri Nitro Toluena (alias TNT alias dinamit) kok kayaknya menarik nih untuk diulik. Mengerti kan, kenapa si Polan ini jadi radikal? Jederrr!!! Njeblug tenan!
Melalui rangkaian tulisan ini, saya ingin mengajukan dua poin penting: pertama, bahwa Tuhan dan sains adalah sejalan, tidak bertentangan. Sebenarnya, jika kita lihat dengan teliti, maka penemuan sains - bahkan sebombastis teori evolusi sekalipun - sebenarnya tidak bertentangan dengan Alkitab! Dan poin kedua: bahwa semua scientist itu atheist adalah hoax. Tahukah kamu, bahwa ketika Albert Einstein ditanya mengenai bagaimana awal perjalanannya menjelaskan teori relativitas, jawabnya adalah: "Karena Tuhan ingin saya menjelaskan anomali orbit planet Venus!"
Kalau Einstein tidak percaya Tuhan, bagaimana Einstein bisa terinspirasi oleh Tuhan? Dan kalau Tuhan tidak ada, jangan-jangan tidak akan ada teori relativitas dari seorang petugas paten bernama Albert Einstein! Kayak The Beatles di film Yesterday! Hehehe.
Yuk kita baca dalam serial tulisan berikutnya.
Salam,
Harnaz
Amsal 1:7
Sebuah data statistik pernah menyebutkan bahwa sebagian besar teroris berasal dari jurusan MIPA (Matematika dan Ilmu Pasti Alam alias sains!). Walah, cilakak! Apa yang terjadi? Mengapa justru orang-orang yang percaya tahayul radikalisme, justru berasal dari lingkungan pendidikan sains yang serba logis dan berdasarkan eksperimen? Mengapa "pendidikan" yang mereka terima bukannya membuat mereka berpikir logis, malahan terjerumus pemikiran radikal? Cilakanya lagi: jangan-jangan, pendapat kita bahwa "mereka orang yang tidak berpendidikan" adalah salah? Lalu, dimana dong letak permasalahannya?
Coba kita renungkan sejenak. Sains. Zzzz (ngantuk!). Nanti dulu bro! Hehe. Heinz? Bukan, itu saos tomat wkwk. Sains. Mengapa "dunia sains" selalu erat kaitannya dengan atheisme? Mengapa setiap scientist selalu kelihatannya tidak percaya Tuhan? Apakah benar bahwa seorang scientist baru bisa benar-benar hebat kalau dia menjadi atheis, agnostik, atau apalah itu, maksudnya tidak percaya Tuhan? Dan sebaliknya, apakah bisa seorang beragama menjadi scientist yang hebat?
Kenyataannya, alinea kedua diatas adalah sebuah pemahaman yang diterima oleh umum. Sehingga bayangkan: si Polan, seorang mahasiswa kimia. Beliau orang yang beriman, rajin berdoa, percaya Tuhan sebagai panglima. Lalu kemudian dia diberi tahu bahwa menurut Richard Dawkins nggak ada tuh yang namanya Tuhan! Nggak ada tuh Tuhan dalam reaksi nuklir, yang ada malah Oppenheimer! Juga dalam reaksi nitrasi, adanya Alfred Nobel! Mana Tuhanmu? Mana? Mana? HAHAHAHAHA (ketawa ala Godzilla).
Wajahlah kalau di Polan kemudian, sambil berdiam berdoa, berkecamuk hati kecilnya. Wajarlah kalau beliau, dengan wajah merengut ala Dude Herlino di sinetron Istri Yang Tertukar, kemudian berpikir, "Ya Tuhan, masak semua dosenku bilang Engkau nggak ada sih? Sini Tuhan, aku tunjukkan bahwa Engkau ada, bahwa Engkau yang utama diantara Linus Pauling dan Albert Einstein!" - dan tiba-tiba reaksi nitrasi pembentukan Tri Nitro Toluena (alias TNT alias dinamit) kok kayaknya menarik nih untuk diulik. Mengerti kan, kenapa si Polan ini jadi radikal? Jederrr!!! Njeblug tenan!
Melalui rangkaian tulisan ini, saya ingin mengajukan dua poin penting: pertama, bahwa Tuhan dan sains adalah sejalan, tidak bertentangan. Sebenarnya, jika kita lihat dengan teliti, maka penemuan sains - bahkan sebombastis teori evolusi sekalipun - sebenarnya tidak bertentangan dengan Alkitab! Dan poin kedua: bahwa semua scientist itu atheist adalah hoax. Tahukah kamu, bahwa ketika Albert Einstein ditanya mengenai bagaimana awal perjalanannya menjelaskan teori relativitas, jawabnya adalah: "Karena Tuhan ingin saya menjelaskan anomali orbit planet Venus!"
Kalau Einstein tidak percaya Tuhan, bagaimana Einstein bisa terinspirasi oleh Tuhan? Dan kalau Tuhan tidak ada, jangan-jangan tidak akan ada teori relativitas dari seorang petugas paten bernama Albert Einstein! Kayak The Beatles di film Yesterday! Hehehe.
Yuk kita baca dalam serial tulisan berikutnya.
Salam,
Harnaz
No comments:
Post a Comment