Mengenang dua tahun meninggalnya dr. Erina Natania Nazarudin
“Aku telah mengakhiri pertandingan dengan baik, aku telah mencapai garis akhir dan aku telah memelihara iman“
2 Timotius 4:7
Tanggal 15 Juli, dua tahun yang lalu, sebuah berita yang mengejutkan sampai di rumah kami di Bandung, Jawa Barat. Waktu itu kira-kira pukul sepuluh pagi, ketika saya dan ibu saya baru pulang dari gereja. Tiba-tiba bunyi telefon berdering. Ayah saya berbicara dengan suara panik di telefon, mengatakan agar kami segera pulang, karena ada sesuatu yang terjadi pada Erina.
Erina, atau nama lengkapnya dr. Erina Natania Nazarudin, pada waktu itu sedang bekerja sebagai dokter PTT di Fakfak, Papua Barat. Sesudah beberapa tahun melayani di Puskesmas Cikawari, Erina memutuskan untuk melanjutkan PTT di Fakfak, Papua Barat. Selain karena ia ingin melayani di tempat baru dan berpetualang ke daerah lain, Erina juga ingin melihat pelayanan gereja di tempat lain. Beliau adalah seorang aktivis di GKI Taman Cibunut Bandung, dari Komisi Pemuda sampai Komisi Musik. Karena jangka PTT-nya hanya 6 bulan, dr. Erina bahkan sempat menitipkan tugasnya di Komisi Musik pada rekannya. Toh, 6 bulan kemudian, dr. Erina akan bisa kembali dan melanjutkan pelayanan di gerejanya.
Namun, hari itu, semuanya berubah. Kabar lewat telefon yang kami terima di rumah mengatakan bahwa dokter Erina Natania Nazarudin meninggal dunia dalam kecelakaan ambulans yang dikendarainya. Ia seharusnya tidak mengendarai ambulans tersebut, tapi sehari sebelumnya, ada seorang ibu yang mengalami kesulitan persalinan di klinik tempatnya bekerja di Kokas. Karena kondisi sang ibu sudah gawat, sementara waktu itu tidak ada supir yang bisa mengendarai ambulans, maka dr. Erina memutuskan untuk mengambil resiko melalui jalan berliku tajam antara Kokas dan Fakfak, untuk mengantar sang ibu dan bayinya ke rumah sakit yang lebih besar disana. Belum sempat istirahat, dr. Erina harus segera kembali ke Kokas di hari Minggu itu, karena di klinik itu terdapat seseorang yang sedang sakit. Dalam perjalanan kembali ke Kokas itulah, ambulans yang dikendarai dr. Erina mengalami kecelakaan.
Kami sangat bersedih ketika mendengar kabar tersebut. Ketika peti jenazah dr. Erina tiba di Bandara Soekarno-Hatta, Jakarta, kami datang menjemput dengan perasaan yang bercampur aduk. Namun, ketika kami melihat sendiri, betapa banyak orang yang hadir untuk memberikan penghormatan mereka, terselip rasa bangga yang luar biasa. Banyak sekali pengunjung yang datang dari berbagai macam latar belakang, semuanya bertujuan sama, memberikan penghormatan pada pengorbanan dan keteladanan dr. Erina, yang dengan berani mengorbankan nyawanya demi keselamatan seorang ibu, seorang bayi, dan seorang pasien yang sedang sakit. Hati kami pilu, namun terharu, melihat perhatian yang begitu besar yang tercurah pada kami dan dr. Erina di hari itu.
Perhatian itu berlanjut sampai ketika kebaktian penghiburan dilaksanakan di Bandung. Ada satu hal yang saya ingat pada waktu itu. Karena semasa hidupnya dr. Erina aktif di kegiatan pemuda di GKI Taman Cibunut, maka vocal group dan paduan suara gereja setia mendampingi kebaktian setiap hari. Namun, seperti biasanya, mereka menyiapkan lagu-lagu sedih untuk mengiringi kebaktian penghiburan. Ketika kebaktian disiapkan, tiba-tiba saya dibimbing oleh Roh Kudus dan berkata kepada paduan suara: ”Lupakan semua lagu sedih! Saya tidak mau dengar kata-kata ’Kita ’kan berkumpul di Sorga’ atau ’DidalamNya ada penghiburan’. Saya mau dengar lagu ’Hari Ini Kurasa Bahagia’, atau ’Bagai Rajawali’, karena hari ini, seorang Anak Tuhan sudah jadi pahlawan bagi bangsanya!’. Seketika itu, paduan suara bernyanyi tanpa teks, karena lagu dalam teks tidak ada yang cocok dengan yang saya minta. Tapi mereka bernyanyi dengan bersemangat, dan kami yang bersalaman dengan para pengunjung pun tidak merasa seperti dalam suasana duka, melainkan seperti bersalaman dengan tamu di sebuah pesta pernikahan. Benar-benar rasa sukacita dan penyertaan Tuhan yang kami rasakan!
Betapapun pahitnya, kepergian dr. Erina Natania Nazarudin adalah sebuah kebanggan bagi umat kristiani di Indonesia. Sebagai seorang Kristen yang taat dan selalu aktif dalam pelayanan, Firman Tuhan selalu mendasari setiap tindakan dr. Erina. Namun, ini tidak membuatnya terbatas dalam pergaulan. Ketika melayani pasien maupun saat masih tinggal di Fakfak, dr. Erina dikenal sebagai seorang yang ramah, suka menolong, mudah bergaul. Keteladanannya sebagai seorang dokter yang menyelamatkan nyawa manusia, juga didasari oleh pemahamannya yang mendalam tentang kasih Kristus, yang rela mengorbankan diriNya untuk disalib demi menebus dosa umat manusia. Dari Kristus-lah ia belajar tentang arti pengorbanan dan cinta kasih. Dan dari dr. Erina, dunia bisa belajar tentang prinsip kekristenan: pengorbanan yang didasari oleh cinta kasih.
Harry Hardianto Nazarudin