Monday, November 09, 2020

Zombie

 "Jadi akhirnya, saudara-saudara, semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji, pikirkanlah semua itu"

Filipi 4:8

"In your head, in your head

Zombie, zombie, zombie-ie-ie"

Zombie, the Cranberries


Salah satu khotbah yang paling saya ingat seumur hidup adalah khotbah Pendeta Yusak Susabda di gereja masa kecil saya, GKI Taman Cibunut Bandung. Mungkin karena sosok Pendeta Yusak yang sangat dikagumi oleh orang tua saya, kata-katanya yang menggelegar di relung ruang kebaktian GKI Taman Cibunut masih menggema sampai sekarang. "The mind is a battlefield!" katanya tegas, sambil menunjuk ke dahinya. Betul Pak Pendeta, pikiran adalah medan peperangan!

Sejak kecil, saya memiliki kecenderungan memiliki kekhawatiran. Padahal, secara fisik saya baik-baik saja, bahkan secara intelektual saya memiliki bakat yang cukup baik. Namun, setiap kali mau ujian, saya bukannya melenggang dengan gagah, tetapi justru meringkuk di sudut kamar karena ketakutan. Bagaimana jika saya tidak lulus? Bagaimana jika saya gagal? Buat teman-teman yang mengenal saya, pasti kaget ketika saya bercerita seperti ini, karena saya selalu juara kelas dan bahkan lulus kuliah dengan predikat Cum Laude. Tetapi, kenyataannya begitu! Bahkan ketika curhat ke beberapa teman dekat, mereka heran. "Saya saja yakin kamu pasti berhasil, kok kamu sendiri ragu?" begitu jawaban seorang teman. 

The mind, is a battlefield. Karena apa yang ada di pikiran kita tidaklah selalu mencerminkan kenyataan yang ada. Dan di jaman sosial media, ketika pikiran kita dibentuk bukan oleh hal nyata, melainkan oleh citra-citra yang kita serap dari sosial media, pernyataan ini menjadi semakin akurat. Kok bisa kawan saya liburan ke Bali di hotel berbintang lima lalu posting di Instagram? Bukankah dia dulu begitu jauh dibawah saya? Dan seterusnya...

Perbedaan ini semakin jelas ketika kita menyaksikan dua orang yang berselisih paham. Betapapun cerita awalnya terdengar "Si A yang salah, B yang benar!", ketika kita mendengarkan A dan B menceritakan kejadiannya melalui persepsi masing-masing, terlihat bahwa medan peperangan ada di pikiran masing-masing. Si A berpikir bahwa si B telah menghina luar biasa ketika dia menyebut nama ibunya, si B tidak tahu bahwa si A anak yatim dan dibesarkan hanya oleh ibunya. Sementara si B karena anak bungsu, biasa akrab dengan ibunya yang dianggapnya teman biasa! Saya berpikir, betapa sulitnya pekerjaan seorang hakim, karena tiap orang punya cerita! Masing-masing bertarung dengan pikirannya...

Dan jika pikiran tidak dikendalikan, maka yang terjadi adalah zombie - seperti yang dinyanyikan oleh the Cranberries. Zombie yang ada di kepala kita, berjalan tanpa tujuan, tanpa mengerti mengapa hal ini dilakukan, tanpa mencari apakah ada jalan terbaik. Zombie yang hanya mengejar ego, memajukan agenda diri sendiri. Tak tertutup kemungkinan, zombie inilah yang mendorong orang untuk saling berkelahi, membunuh, berperang. Zombie yang memakan korban jiwa, merusak keluarga, menghancurkan iman. 

Filipi 4:8 juga dikutip oleh Pendeta Yusak Susabda sebagai solusi untuk maju perang dalam pikiran kita. Sederhana, namun manjur: isilah pikiran kita dengan hal-hal yang baik! Sama seperti makan, sangat mudah untuk makan mie instan siang malam, tetapi kita tahu bahwa sayuran itu baik untuk kesehatan. Brokoli memang kurang menarik, tapi penting untuk tubuh kita! Dan jika kita terbiasa makan brokoli, maka ketika badan mulai terasa kurang enak, otak memberi sinyal untuk makan brokoli. Ya, jika kita terbiasa mengisi pikiran dengan hal-hal baik, maka kita semakin peka. Jika perlu, istirahatlah sejenak, buat gencatan senjata, dan isilah amunisi kabar baik dalam pikiran Anda. Niscaya Anda terhindar dari memelihara zombie dalam pikiran, yang bisa membawa Anda ke tempat yang tidak Anda kehendaki. 

Salam,


Harnaz