Thursday, December 23, 2004

Iman Luar Biasa dari Orang yang Sederhana

“Sesudah bangun dari tidurnya, Yusuf berbuat seperti yang diperintahkan malaikat Tuhan itu kepadanya”
Mat 1:24a
Kata Maria:”Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu.” Lalu malaikat itu meninggalkan dia.”
Lukas 1:37

Masih segar dalam ingatan kita, ketika tahun ini di Jakarta terjadi kasus pembunuhan seorang mahasiswi oleh pacarnya. Penyebabnya adalah sang pacar panik ketika mendapati mahasiswi ini hamil! Ini adalah salah satu dari puluhan, bahkan ratusan kasus kriminal yang melibatkan kehamilan diluar nikah. Banyak sekali pembunuhan, bayi yang dibuang, atau seseorang yang menjadi gila hanya karena tidak tahan menanggung aib ketika terjadi kehamilan diluar nikah. Bahkan di jaman serba bebas seperti sekarang inipun, kehamilan di luar nikah merupakan suatu aib yang tak terkira! Apalagi di jaman Tuhan Yesus, resiko hamil diluar nikah bahkan lebih besar lagi. Menurut Hukum Taurat, seseorang yang berbuat zinah harus dirajam sampai mati!

Dengan demikian, makin sadarlah kita akan kebesaran iman dari pasangan orang biasa yang sederhana, yakni Maria dan Yusuf. Mereka bukan nabi, bukan orang terpelajar, tetapi iman mereka luar biasa. Ketika Yusuf mengetahui bahwa Maria sudah hamil, ia berencana untuk menceraikannya (Mat 1:19). Tetapi ketika malaikat datang dalam mimpi Yusuf, beliau tanpa ragu menuruti perintah Sang Malaikat dan tetap teguh mempertahankan Maria. Padahal, bisa saja mimpinya hanyalah bunga tidur, dan itu berarti Maria sudah berbuat zinah! Tetapi, dengan iman yang luar biasa, Yusuf menerima perintah malaikat dengan ikhlas, walaupun ia bisa menanggung resiko dipermalukan oleh lingkungan sekitarnya.

Maria, tentu saja, memiliki tantangan yang juga tidak kecil. Berada dalam keadaan hamil sebelum menikah adalah suatu aib yang memalukan. Memang, malaikat mendatangi Maria dan menjelaskan mengenai kehamilannya. Tetapi, apakah kata orang-orang nanti? Apakah mereka akan percaya, bila Maria mengajukan kedatangan malaikat sebagai alasan kehamilannya? Tentu saja ini merupakan suatu beban yang tidak mudah. Belum lagi, pada saat itu, ia belum tahu sikap Yusuf. Akankah Yusuf menerimanya, jika ia mengetahui bahwa dirinya sudah mengandung? Tetapi, dengan iman yang teguh, Maria mematuhi perintah malaikat dan bersiap menghadapi resikonya.

Tanpa kebesaran iman dari dua orang biasa yang sederhana, kelahiran Sang Raja di dunia ini tidak akan terwujud. Bahwa Yusuf tidak cemburu buta dan menceraikan Maria, atau Maria tidak mata gelap dan berusaha melarikan diri karena kehamilannya, adalah suatu pernyataan iman yang hebat dari pasangan muda ini. Benar-benar suatu kondisi iman yang cocok untuk mendampingi pertumbuhan Kanak-kanak Yesus menjadi dewasa!

Selamat Ulang Tahun, Tuhan Yesus...

“Dan ia melahirkaqn seorang anak laki-laki, anaknya yang sulung, lalu dibungkusnya dengan lampin dan dibaringkannya di dalam palungan, karena tidak ada tempat bagi mereka di rumah penginapan.”
Lukas 2:7

Waktu saya kecil, saya sering ikut membaca majalah Femina langganan ibu saya. Di bagian belakang selalu ada satu halaman komik yang menceritakan sebuah keluarga kecil, nama persisnya saya sudah lupa. Tetapi, ada satu episode komik itu mengenai natal yang begitu berkesan bagi saya sehingga saya ingat sampai sekarang.
Diceritakan bahwa keluarga itu sedang bersemangat merayakan natal. Sang ayah dan ibu mula-mula sibuk mendirikan pohon natal, dibantu oleh anak sulung dan tengah yang sudah agak besar. Pohon pun dihias cantik dan diberi lampu. Setelah selesai, tiba saatnya pembukaan kado natal. Suasana rumah menjadi hangat dan ramai, karena anak-anak berteriak kegirangan ketika mengetahui bahwa kado yang diterimanya sesuai dengan apa yang diminta. Sang ayah dan ibu sendiri bertukar kado natal, masing-masing tersipu-sipu kegirangan oleh kado yang diberikan.
Di tengah suasana riuh rendah itu, sang bungsu, yang masih bayi, tiba-tiba merenung, lalu merangkak pergi meninggalkan ruang keluarga. Ia merangkak melalui ruang makan yang sepi, kemudian keluar ke teras melalui pintu belakang. Kemudian ia memandang langit, dan mendapati sebuah bintang bersinar terang. Sambil tersenyum memandang bintang, ia pun lalu menggumam: „Happy birthday Jesus...“
Ilustrasi komik tadi sangat tepat menggambarkan kesibukan menjelang natal yang seringkali menjebak kita dalam rutinitas. Menjadi panitia natal, ikut koor, ataupun sandiwara, memang membuat kita sibuk dan harus bekerja ekstra keras untuk menyelesaikan semuanya. Tapi jangan lupa untuk menyisihkan waktu sejenak, merenung, dan memberi ucapan selamat ulang tahun untuk Tuhan Yesus yang sudah begitu baik kepada kita. Sebab, memang itulah inti natal: selamat ulang tahun Tuhan Yesus!

Tuesday, December 14, 2004

Renungan Advent 2004: Hidup dan Terang

Renungan Masa Advent 2004

Tidak terasa, kita telah memasuki masa Advent minggu kedua. Menyesal rasanya tidak ke gereja 2 minggu berturut-turut, sampai-sampai saya tidak sadar bahwa ulang tahun Tuhan Yesus semakin mendekat. Mulai hari ini, renungan di blog saya akan diisi dengan renungan bertemakan Natal, titik awal daripada kehadiran Tuhan Yesus sebagai manusia di bumi. Selamat membaca!

“Dalam Dia ada hidup dan hidup itu adalah terang manusia”
Yoh 1:4

Pohon Natal sudah menjadi aksesoris wajib menjelang hari Natal. Dari Mal Taman Anggrek sampai Pasar Pagi Mangga Dua, pohon cemara dari berbagai bahan dengan hiasan lampu-lampu cantik berdiri megah dimana-mana. Bersyukurlah kita hidup di Indonesia yang demokratis, yang membiarkan setiap umat beragama merayakan hari besarnya. Marilah kita memahami arti pohon natal bagi kelahiran Yesus.
Mengapa selalu dipilih pohon cemara sebagai pohon natal? Di Eropa, tempat tradisi pohon natal ini berasal, bulan Desember biasanya adalah puncak musim dingin. Di musim ini, hampir semua tumbuh-tumbuhan dan hewan tidak beraktivitas: ada yang berhibernasi atau mati sama sekali. Seolah-olah suhu dibawah nol dan ketiadaan sinar matahari di musim dingin menghapuskan semua tanda-tanda kehidupan: tidak ada daun hijau, tidak ada kicau burung, tidak ada cicitan tupai. Kecuali, pohon cemara. Hanya pohon cemaralah yang sanggup hidup di musim dingin yang paling dingin sekalipun. Pohon inilah satu-satunya yang bertahan menghadirkan warna hijau daun di dunia yang hampir mati tercekik musim dingin. Pohon cemara, adalah lambang kehidupan di tengah keputusasaan!
Elemen apa lagi yang membentuk sebuah pohon natal? Lampu hiasannya. Sebuah pohon natal kurang afdol rasanya jika tidak memiliki lampu kelap-kelip. Pohon natal raksasa di Rockefeller Center, New York, atau di Mal Taman Anggrek, Jakarta, sebenarnya tidak memiliki banyak hiasan atau ornamen, tapi yang pasti dilengkapi oleh ratusan lampu penghias. Cahaya, atau terang, merupakan elemen kedua yang sangat penting untuk sebuah pohon natal. Cahaya ini juga mengandung arti yang mendalam, dimana kelahiran Yesus dilambangkan sebagai hadirnya terang di tengah-tengah dunia yang gelap. Yesus hadir sebagai terang, memberikan cahaya keselamatan bagi manusia yang sudah lama tenggelam dalam kegelapan dosa.
Ia yang memberi Hidup itu juga hadir sebagai Terang, yang membawa keselamatan bagi umat manusia. Maranatha!

Mari Mengubah Diri!

“Karena setiap orang yang mempunyai, kepadanya akan diberi, sehingga ia berkelimpahan. Tetapi siapa yang tidak mempunyai, apapun juga yang ada padanya akan diambil dari padanya.”
Mat 25:29

Pernahkan Anda merasa begitu cemburu sampai perut Anda terasa mual? Pernahkah Anda begitu marah dan memaki-maki karena mobil Anda tergores? Apakah reaksi Anda ketika mendapati sesuatu tidak dijalankan dengan baik? Marah? Memaki-maki?
Saya pernah seperti itu. Sejak dahulu saya memang memiliki emosi yang sulit dikendalikan. Saya mudah menggelegak marah dan memaki atau melontarkan kata-kata pedas ketika mendengar jawaban ‘tidak’, apalagi sesudah tinggal di Jakarta yang memang lingkungannya serba keras ini. Hal ini juga didukung oleh posisi saya di kantor yang cukup baik sehingga sangat sedikit orang yang berani berkata ‘tidak’ pada saya. Hari ini pun, rasa cemburu sudah membakar hati saya sampai-sampai saya berprasangka buruk pada kekasih saya tercinta!
Tetapi saya tidak akan tinggal diam. Sudah cukup lama saya biarkan kebiasaan ini berkembang, dan mulai besok saya akan berusaha meredam semua kebiasaan buruk itu. Jika menghadapi sifat buruk, ada dua reaksi orang secara umum: yang pertama berusaha mengubah sifat itu, dan yang kedua justru meminta orang lain memaklumi sifatnya karena ‘memang sudah begitu’. Dalam perikop tentang talenta, kelompok pertama adalah dua hamba setia yang berhasil memperoleh laba dari uang yang ditinggalkan tuan tanah. Mereka berhasil mengubah sesuatu yang bernilai kecil menjadi besar, walaupun dengan usaha yang tidak mudah. Sementara kelompok kedua adalah sang hamba yang tidak setia, yang mengubur talenta itu dalam tanah dan mengklaim bahwa ia tidak bisa berbuat apa-apa karena ‘memang Cuma segitu modalnya’, dan meminta tuan tanah memakluminya. Saya tidak mau jadi anggota kelompok pecundang ini!

Setia Dalam Perkara Kecil

„Barangsiapa setia dalam perkara-perkara kecil, ia setia juga dalam perkara-perkara besar. Dan barangsiapa tidak benar dalam perkara-perkara kecil, ia tidak benar juga dalam perkara-perkara besar“
Lukas 16:10

Menurut saya, Jalan Raya Kalimalang antara Bekasi Barat sampai Pondok Kelapa patut dijuluki ‚Via Dolorosa’. Kalau via dolorosa asli merupakan lambang pencobaan yang dialami Tuhan Yesus pada saat Ia memanggul salib, maka saya merasa bahwa Jalan Raya Kalimalang adalah pencobaan yang sangat berat untuk saya, apalagi pada jam-jam sibuk. Bayangkan, sebagai pengendara mobil, saya harus bersabar ketika belasan motor berseliweran dan memotong jalur saya. Belum lagi motor-motor itu begitu perkasanya sampai berani memepetkan mobil saya ke tepi. Ada lagi angkot dan mikrolet yang justru berhenti pada saat lampu lalin hijau dan baru jalan pada saat lampu merah, memblokir puluhan mobil yang sudah lama mengantri. Penderitaan ini rupanya belum cukup, harus ditambah lagi dengan becak, sepeda, dan pejalan kaki yang seenaknya menyeberang. Dan last but not least, pada polisi cepek yang sangat berjasa menjaga ketertiban lalu lintas dengan menyeberangkan setiap mobil yang mau membayar. Tentu saja selalu terjadi kemacetan parah, hanya karena tindakan-tindakan tidak disiplin tadi. Melewati Jalan Raya Kalimalang tanpa menyumpah atau mengutuk merupakan suatu beban salib yang luar biasa yang nyaris tak mampu saya tanggung!
Di tengah situasi biadab semacam ini, sulit bagi kita untuk tidak larut dalam kebiadaban yang terjadi. Untuk tetap berhenti pada lampu merah, tidak menghiraukan polisi cepek, atau berhenti memberi jalan kepada kendaraan lain. Banyak mobil dan motor yang memasang stiker kristiani juga ikut nimbrung saling memotong kendaraan lain atau membayar Rp 500,- kepada polisi cepek asal dibiarkan melintas. Memang, mematuhi peraturan lalu lintas hanyalah sebuah perkara kecil. Tetapi, justru di dalam perkara kecil inilah kesetiaan kita dituntut, agar kita layak menangani perkara besar. Hal ini berlaku untuk menaati peraturan lalu lintas dan juga tidak menyumpah, mengutuk, memepet, atau memelototi mereka yang melanggar. Biarlah Tuhan yang menilai kesetiaan mereka, dan Ia jugalah yang akan mengganjar kesetiaan kita!

Wednesday, December 01, 2004

Mat 6:33

“Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu”
Mat 6:33

Saya pernah dua kali dikagetkan dengan tulisan Mat 6:33. Yang pertama terjadi di malam hari, ketika saya mengendarai mobil di jalan tol Cikampek untuk pulang ke Cikarang dari Jakarta. Waktu itu keadaan gelap dan tidak begitu banyak kendaraan di jalan, sayapun sudah mulai mengantuk karena kondisi perjalanan yang monoton dan badan yang lelah. Tiba-tiba ada sebuah mobil Suzuki Carry tua berwarna putih di depan saya, dengan tulisan besar pada kaca belakangnya : „Mat 6:33“. Tulisan itu berwarna merah dan besar sehingga sangat menarik perhatian. Lalu saya perhatikan mobilnya. Sangat sederhana, bahkan tanpa AC karena jendelanya terbuka lebar, memperlihatkan wajah supirnya yang juga sedang mengantuk. Kelihatan bahwa sang supir adalah orang yang bersahaja, karena tidak menggunakan baju atau aksesori yang bagus.
Kejadian kedua adalah di siang hari, di sekitar Tol Bekasi Barat. Waktu itu kalau tidak salah saya baru keluar tol Bekasi Barat dari arah Cikarang, ketika sekali lagi saya melihat tulisan besar „Mat 6:33“, kali ini seingat saya berwarna putih, di kaca belakang sebuah angkot. Angkot ini tidak istimewa, hanya angkot butut biasa, mungkin dengan segala kekurangajarannya di jalan. Sayang saya hanya sempat melihat sekelebat sehingga tidak sempat mengamati apakah perilaku pengemudi angkot ini ugal-ugalan seperti yang lain atau tidak!
Karena penasaran, saya pun mencari di Alkitab mengenai Mat 6:33. Ternyata kalimat yang dikatakan Tuhan Yesus ketika berkhotbah mengenai kekuatiran ini memang memiliki kekuatan yang luar biasa. Bayangkanlah bahwa ada dua orang sederhana, yang satu memiliki sebuah suzuki carry tua yang masih dipaksa ngebut di jalan tol, dan yang lainnya memiliki angkot yang juga sangat sederhana, dengan begitu berani memasang tulisan Mat 6:33 di jendela belakangnya, tanpa tedeng aling-aling. Dapat saya bayangkan betapa mereka dalam segala kesederhanaannya pastilah sangat memahami arti kekuatiran, kuatir apakah besok bisa makan, atau kuatir apakah Natal nanti bisa beli baju baru.
Kita yang beruntung dikaruniai kemapanan ekonomi oleh Tuhan justru kadang-kadang kurang memahami makna kekuatiran. Segala sudah ada dan tersedia, sehingga kita melakukan taking it for granted, atau menganggap semuanya itu memang seharusnya tersedia. Berapa banyak mobil mewah yang memasang tulisan Mat 6:33? Jangankan tulisan itu, stiker mengenai iman Kristen saja masih ragu-ragu untuk dipasang karena takut masalah keamanan. Sekali lagi, justru kita yang mapan ini menghadapi kekuatiran dengan sikap yang salah, sementara pemilik carry dan angkot yang sederhana justru menunjukkan sikap teladan dengan tanpa kuatir memasang tulisan Mat 6:33!
Di dunia bisnis yang hiruk pikuk, kita seringkali perlu berkontemplasi dan menyadari betapa kita ini sangat beruntung bisa hidup berkecukupan. Dalam Lukas 17 diceritakan mengenai 10 orang kusta yang disembuhkan Tuhan Yesus, tetapi hanya seorang Samaria yang kembali untuk mengucap syukur (Luk 17:11-19). Mengapa 9 orang Yahudi lainnya justru tidak kembali? Karena sebagai orang Yahudi, yang merasa sebagai bangsa pilihan Allah, karunia kesembuhan itu sepertinya sudah seharusnya diberikan pada mereka. Mereka juga melakukan taking for granted, tidak lagi menghargai mukjijat kesembuhan itu sebagai karunia Ilahi yang patut disyukuri. Seorang Samaria, yang dianggap lebih rendah derajatnya daripada orang Yahudi, justru dengan segala kekurangannya sangat menyadari bahwa mukjijat kesembuhan dari Tuhan Yesus merupakan karunia yang tak ternilai harganya. Menutup perikop Lukas 17, Tuhan Yesus berkata kepada orang Samaria itu :“Berdirilah dan pergilah, imanmu telah menyelamatkan engkau.“ Saya yakin berkat Tuhan yang melimpah akan menyelamatkan pemilik carry dan angkot yang dengan imannya berani memasang tulisan Mat 6:33. Bagaimana dengan kita?

Friday, November 19, 2004

Mempersembahkan Yang Terbaik

"Tetapi jika engkau memberi sedekah, janganlah diketahui tangan kirimu apa yang hendak diperbuat tangan kananmu. Hendaklah sedekahmu itu diberikan dengan tersembunyi, maka Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu.“
Matius 6:3-4

Sebagai orang yang sibuk (atau sok sibuk?), saya tidak pernah punya waktu untuk mempersiapkan uang persembahan saya secara khusus. Setiap kali ke gereja dan tiba waktu persembahan, saya selalu membuka dompet saya apa adanya dan mempersembahkan apapun yang tersisa dalam dompet saya. Kadang-kadang ada ‚pertempuran batin’ jika yang tersisa tinggal 2 lembar: selembar Rp 1.000,- dan selembar Rp 50.000,-! Bahkan kadang-kadang tinggal tersisa selembar Rp 5.000,- kumal uang kembalian dari tol, yang saya persembahkan dengan janji akan lebih baik minggu depan. Nyatanya, sulit sekali menyisihkan waktu untuk menyiapkan uang persembahan!
Suatu kali di sebelah saya duduk seorang yang berbaju kumal dan berwajah lusuh. Meskipun keadaannya terlihat pas-pasan, saya bisa mengamati bahwa orang ini, meskipun mungkin tidak mampu, sudah mengenakan pakaian terbaiknya untuk ke gereja. Dan ketika persembahan tiba, dia memasukkan uang yang sudah dibungkus rapi dalam amplop! Saya jadi terhenyak. Persembahan dalam amplop berarti orang itu sudah menyiapkan uang persembahan sejak kemarin, atau paling lambat pagi ini. Mungkin dengan susah payah ia sudah menabung untuk seminggu, lalu khusus pergi ke warung membeli amplop, memasukkan uang persembahan ke dalam amplop, menyiapkannya untuk Tuhan. Betapa kerdil dibuatnya persembahan saya, yang secara nominal mungkin lebih besar, tetapi bukan dari hasil persiapan, melainkan dilakukan dengan sambil lalu?
Tuhan bukan tukang pajak atau auditor akunting. Ia tidak menuntut jumlah persembahan dengan prosentase tertentu, tidak juga mengharusnya ritual khusus. Ia hanya ‘melihat yang tersembunyi’, yakni melihat kerelaan kita di lubuk hati yang paling dalam, keseriusan kita dalam mempersiapkan yang terbaik untukNya. Suatu konsep yang sederhana, tetapi kadang-kadang masih terlewat maknanya oleh kita, orang-orang supersibuk di dunia modern ini!

Thursday, November 18, 2004

Kekuatan Kata-kata

„Firman itu telah menjadi manusia, dan diam diantara kita, dan kita telah melihat kemuliaanNya, yaitu kemuliaan yang diberikan kepadaNya sebagai Anak Tunggal Bapa, penuh kasih karunia dan kebenaran“
Yoh 1:14

I have a dream. Kata-kata ini diucapkan oleh Martin Luther King Jr. di depan ribuan pengunjuk rasa di Capitol Hill, Washington DC, Amerika Serikat. Kata-kata yang mampu menggetarkan ribuan orang yang hadir, dan jutaan orang lain yang melihat lewat televisi dan membaca lewat buku. Kata-kata dalam pidato Martin Luther King Jr. begitu hebatnya sampai-sampai disebut sebagai salah satu pidato terbaik yang pernah ada dalam bahasa inggris. Hanya kata-kata, tanpa gambar, tanpa multimedia, tanpa ilustrasi. Tetapi semangatnya mampu menghasilkan gelombang perubahan yang melanda Amerika Serikat mengenai persamaan hak rasial, bahkan ke seluruh dunia.
Bangsa Indonesia pun pernah mengalami hebatnya kata-kata. Bung Karno, Sang Proklamator, merupakan orator ulung. Dengan kata-katanya yang tajam, lugas, dan menggetarkan, beliau berhasil mengangkat harkat dan martabat bangsa ini dari bangsa jajahan yang hina menuju bangsa merdeka. To build the world anew, merupakan kata-kata yang diucapkannya di hadapan peserta konferensi Asia Afrika di Bandung tahun 1955. Kata-kata, hanya kata-kata, sekali lagi tanpa gambar dan ilustrasi ataupun multimedia. Tetapi mampu menghasilkan gelombang perubahan yang melanda negara-negara bekas jajahan barat, bahkan kemudian ke seluruh dunia.
Jika kata-kata manusia biasa bisa begitu menggetarkan, terlebih lagi Firman Yesus Kristus, Tuhan kita! Tuhan Yesus juga ‚hanya’ bermodalkan kata-kata – tanpa gambar, tanpa film, hanya dari catatan penulis Injil. Tetapi kata-kata yang diucapkanNya mampu bertahan selama 2000 tahun, melalui segala macam penderitaan dan penindasan, menyiarkan kabar baik ke seluruh dunia. Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri! Sepenggal kalimat itu sudah mampu untuk menghasilkan orang-orang seperti Ibu Theresa dan Dr. Livingstone, yang rela mengorbankan jiwa dan raga untuk menolong dan menyelamatkan yang lemah dan tertindas. Bahkan seorang Mahatma Gandhi pun terkagum-kagum oleh kekuatan kata-kata Tuhan Yesus dalam Khotbah di Bukit! Tidak terhitung lagi berapa orang yang sudah diselamatkan akibat pengaruh kata-kataNya yang tercatat dalam Alkitab. Benar seperti yang ditulis dalam Yohanes: kata-kata Yesus bukan sekedar kata-kata. Ia adalah Firman yang menjadi manusia!



Tuesday, October 26, 2004

Orang Pilihan Allah

„Dan tetangga-tetangga perempuan memberi nama kepada anak itu, katanya:“Pada Naomi telah lahir seorang anak laki-laki“; lalu mereka menyebutkan namanya Obed. Dialah ayah Isai, ayah Daud.“
Rut 4:17

Raja Daud yang dikenal sebagai raja terbesar dalam sejarah orang Yahudi, ternyata tidak 100% murni keturunan Yahudi. Alkitab mencatat bahwa Raja Daud memiliki keturunan Moab dari Rut, neneknya. Moab tentu saja pada saat itu merupakan bangsa kafir yang tidak mengenal Allah, tetapi seorang Rut begitu mulianya sampai-sampai Allah memilih dia untuk menurunkan Daud, Salomo, dan kemudian Tuhan Yesus. Jika memang Allah menganggap bangsa Yahudi sebagai ‚bangsa pilihan’ dan menentukan keturunan sebagai satu-satunya syarat untuk berkatNya, maka tidak mungkin Rut bisa masuk ke dalam jajaran keturunan ini.
Alkitab berkali-kali mencatat bahwa tidak seperti manusia, Allah tidak memilih orang berdasarkan pada kemampuan fisik maupun keturunannya. Allah memilih Yakub daripada Esau, karena Esau bermental rendah dan menjual hal sulungnya hanya demi semangkuk makanan. Allah memilih Daud yang dituliskan ‚bersemu merah’ karena muda untuk melawan Goliath yang tinggi dan kekar. Allah memilih Rut, karena keteguhannya dalam melayani Naomi dan kesediaannya untuk meninggalkan cara hidup lamanya. Dalam perjanjian baru pun demikian: Allah justru memilih Saulus, seorang Ahli Taurat yang sebelumnya sering adalah penganiaya jemaat, sebagai pelayanNya.
Jelaslah bahwa Allah mengenali pribadi seseorang dan memilih pelayanNya berdasarkan integritas dan sikap mental yang dimiliki oleh orang itu. Melalui Daud, Yakub, Paulus, dan tentu saja Rut, kita bisa melihat betapa Allah tidak salah pilih, karena semua orang itu kemudian membuktikan integritas dan keteguhanNya dalam pelayanan, meskipun pada awalnya orang tidak akan menyangka bahwa potensi seperti itu ada di balik wajah seorang perempuan Moab atau seorang gembala yang masih sangat muda. Jadi, asahlah integritas Anda! Niscaya Anda akan dipilih Allah, apapun kondisi fisik dan keturunan Anda.

Undangan yang disia-siakan

„Sebab Aku berkata kepadamu: Tidak ada seorangpun dari orang-orang yang telah diundang itu akan menikmati jamuanKu.“
Lukas 14:24

Gonjang-ganjing pemilihan presiden RI pertama secara langsung pada tahun 2004 berakhir dengan kemenangan pasangan SBY-Yusuf Kalla. Rakyat pun bergembira menyambutnya, sementara para elite politik dan partai yang ‚kecele’ memberikan tanggapan yang beragam. Orang-orang yang mengaku ‚setia’ dan sudah mempertaruhkan jabatan dan nama baiknya demi SBY-Yusuf Kalla pun kini mendapat giliran untuk berdebar-debar: menunggu telepon dari Cikeas!
Telepon dari Cikeas, kediaman presiden terpilih SBY, merupakan tanda bahwa seseorang dipertimbangkan untuk duduk di kabinet, entah sebagai mentri atau sebagai staf kabinet. Begitu banyak orang yang berdebar-debar dan begitu gembiranya jika akhirnya mendapat telepon, sampai-sampai ada lelucon untuk berkata ‚dari Cikeas’ jika kita menelepon orang yang tidak mengenali suara kita.
Bapa di Surga sebenarnya juga melakukan ‚telepon Cikeas’ yang lebih mulia, yakni memilih kita untuk menjadi pengikutNya. Ia sudah memilih dan menempatkan kita sesuai dengan talenta yang kita miliki, supaya bisa berkarya demi kemuliaan NamaNya. Sebenarnya, dengan mengaku percaya, kita adalah staf Allah, menteri Allah yang duduk di dalam kabinetNya! Oleh karena itu, Tuhan Yesus memperingatkan murid-muridNya dalam Lukas 14 agar menghormati undangan dari Bapa di Surga itu. Jangan dianggap sebagai angin lalu dan dilewatkan dengan berbagai alasan, karena – semua orang pun tahu – hanya orang yang betul-betul bodoh yang mau melewatkan kesempatan mendapat ‚telepon dari Cikeas’!

Sukses di Mata 'Kaisar' dan Tuhan

Lalu kata Yesus kepada mereka: “Berilah kepada Kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada Kaisar dan kepada Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah!” Mereka sangat heran mendengar Dia.
Markus 12:17

Gambar kaisar yang terdapat pada uang dinar dalam perikop ini adalah Kaisar Tiberius, yang memerintah dari tahun 14 sampai 37 Masehi. Uang dinar pada jaman itu bergambar muka kaisar yang bermahkota daun dan menghadap ke kanan, disertai tulisan “TI(BERIUS) CAESAR DIVI AUG(USTI) F(ILIUS) AUGUSTUS”. Tulisan ini berarti ‘Kaisar Tiberius, Anak dari Dewa Agustus yang juga adalah seorang Agustus’.
Ketika Yesus mengangkat keping logam itu dan menunjukkannya pada orang Farisi dan Herodian, maka orang-orang yang mendengar langsung mengerti maksud Yesus: tulisan dan gambar pada keeping tersebut sebenarnya merupakan hujatan bagi agama Yahudi, karena melanggar 10 perintah Allah yang kedua dengan mendewakan Kaisar Roma. Dengan demikian Yesus menunjukkan kemunafikan orang Farisi tersebut, yang setiap hari berdagang dan menerima persembahan berupa keping logam berisi hujatan.
“Berikanlah kepada Kaisar, apa yang wajib kamu berikan kepada Kaisar”. Dengan berkata demikian, Yesus menginginkan kita untuk hidup secara realistis dan tidak munafik. Kita boleh saja membayar pajak, berdagang, atau menjalankan aktivitas duniawi lainnya. Menjadi Kristen tidak selalu berarti kita harus berdoa terus menerus atau tinggal di gereja setiap hari. Tetapi, janganlah lupa memberikan kepada Allah, apa yang wajib kamu berikan kepada Allah. Imbangilah kegiatan duniawi itu dengan takaran rohani yang cukup, sehingga kita tidak melalaikan salah satu, tapi dapat sukses di mata ‘Kaisar’ dan di mata Tuhan.

Setialah!

Hai saudara-saudaraku yang kekasih, kamu senantiasa taat; karena itu tetaplah kerjakan keselamatanmu dengan takut dan gentar, bukan saja seperti aku masih hadir, tetapi terlebih pula sekarang waktu aku tidak hadir
Filipi 2:12

Suatu saat Joni ditugaskan oleh kantornya keluar negri. Tidak seperti di kota asalnya, Joni ditempatkan di sebuah desa kecil yang sepi. Yang lebih menyedihkan lagi adalah tempat Joni tinggal sangat jauh dari gereja. Setiap kali akan pergi ke gereja, Joni harus berjalan kaki 30 menit menuju stasiun kereta terdekat, naik kereta 10 menit, kemudian disambung dengan 30 menit lagi berjalan kaki. Belum lagi jika ada badai salju, dinginnya luar biasa. Itupun untuk mencapai sebuah gereja yang kurang ‘ideal’: selalu nyaris kosong, dengan pendeta dan jemaat yang kurang peduli pada Joni.
Secara rohani memang sedikit yang bisa Joni dapatkan dari gereja itu, jelas tidak sebanding dengan perjuangannya untuk ke gereja. Tetapi Joni selalu pergi ke gereja, karena dia tahu, bahwa pemeliharaan Allah tidak hanya datang dari gereja. Joni pun bisa merasakan, betapa Allah memelihara dia lewat orang-orang disekitarnya, dan buah rohani itu dia rasakan justru lewat orang-orang yang terdekat dengannya. Dengan tetap hadir di gereja, Joni sedang mengerjakan keselamatannya. Walaupun lingkungan dan situasi tidak mendukung, kita tetap harus setia mengerjakan keselamatan kita. Percayalah, setiap kali kita berkorban untuk kepentinganNya, Allah sedang tersenyum memandang kita dari Surga.