Thursday, October 20, 2011

Jadilah Sempurna!



"Karena itu haruslah kamu sempurna, sama seperti BapaMu yang di Sorga adalah sempurna"
Matius 5:48

Saya baru kembali dari sebuah perjalanan dinas ke Italia. Disana, karena kami berada di dekat kota Milan, kami dianjurkan untuk mengunjungi bergamo, sebuah kota tua yang cantik. Bergamo adalah warisan dunia, yang memiliki bagian kota lama yang terletak diatas bukit. Kota ini memiliki banyak bangunan dan gereja kuno, dengan jalan-jalan sempit, dipenuhi oleh wangi roti yang baru matang pada pagi hari ketika kami sampai disana. Sekilas, kota ini mirip dengan Venezia, hanya Bergamo terletak diatas bukit dan dipagari benteng tinggi, bukan diatas laut. Untuk kesana kami harus menaiki 'furnicolare', atau cable car, yang menyajikan pemandangan indah ke arah kota di pagi hari.

Kami terus terang tidak tahu akan pergi kemana. Di dinding ada sebuah peta, kami hanya menebak saja sebuah pelataran di tengah kota yang mungkin adalah alun-alunnya. Kamipun menuju kesana, sekali lagi tanpa tahu arah dan tujuan karena daerah ini bukan tujuan wisata umum untuk turis Asia. Ada sebuah bangunan gereja yang cukup cantik, dan saya putuskan untuk memasuki gedungnya. Dari dalam, nampak sebuah gereja yang semula kelihatan biasa saja. Sampai.... ketika kami melihat ke atas!

Diatas kami, terhampar sebuah keindahan yang luar biasa. Kira-kira 15 meter diatas kami, sebuah langit-langit yang cantik dan indah memancarkan pesona kesempurnaan yang luar biasa. Nampak lima buah lukisan, satu di tengah dan keempat lainnya mengelilingi di sisinya, yang diapit oleh ukiran tanaman berbalut emas dan ukiran patung-patung malaikat. Patung-patung tersebut nampak seolah hidup, menopang langit-langit dengan sayapnya. Betapa indahnya! Kami langsung tahu, dari aura keindahannya, bahwa tempat ini pastilah bukan tempat biasa. Betul saja: itulah Duomo Santa Maria Maggiore, katedral utama dan gereja terpenting di kota tua Bergamo. Luar biasa!

Sebelum saya berangkat ke Italia, saya sempat menghadiri sebuah pameran seni kontemporer di Jakarta. Lalu, disana ada sebuah bagian yang menyajikan karya-karya pelukis lama: "Old Masters" judulnya. Tentu saja, karya-karya Old Masters ini selangit harganya dan nampak kusam dibanding karya-karya baru. Namun, auranya tetap berbeda. Lukisan Barong dari Affandi, lukisan gadis penjaja makanan dari Lee Man Fong, dan lukisan Gunung Meletus karya Raden Saleh. Saya ingat, di kantor kerja Soekarno, presiden pertama RI, mungkin satu-satunya presiden yang paham kesenian, terpampang lukisan Soedjojono, "Wajah-wajah Revolusi", yang berwujud lukisan wajah para pahlawan pejuang kemerdekaan Indonesia.

Salah satu lukisan yang terpajang di ruang pameran membuat saya terpana. Ini juga karya Soedjojono, berjudul "Indahnya Tanah Airku". Gambarnya aneh: tiga orang, yang satu tentara, yang lain petani yang memanggul senjata, nampak sedang bengong memandang ke arah kanan. Semuanya nampak tertegun tanpa ekspresi. Di latar belakang lukisan nampak sebuah bukit dan sungai. Tapi, tidak jelas apa yang mereka lihat. Lukisan ini seolah terpotong, karena sisi kiri - titik arah pandangan semua orang di lukisan ini - tidak nampak. Rupanya, saya mendapatkan jawabannya. Waktu sebelum kemerdekaan, tidak terbayang seperti apa negara kita jadinya. Wujud Republik yang diperjuangkan mati-matian dan sudah menelan banyak nyawa tersebut, masih belum jelas. Jadi, memang tidak ada di lukisan itu. Namun, wajah rakyat sudah memandang kesana. Terlihat rakyat bahu-membahu, apapun profesinya, semua memandang ke arah yang sama. Takut, tidak pasti, namun berdiri sebagai sebuah bangsa yang merdeka - bukan lagi orang jajahan. Jenius! Sebuah pengejawantahan dari idealisme kemerdekaan yang begitu realistis dan indah.

Lalu, saya bandingkan karya itu dengan karya-karya seniman modern seperti Ay Tjoe Christine atau Heri Dono. Maaf seribu maaf, saya bukan ahli seni dan tidak patut jika pendapat saya dianggap sebagau panutan. Namun, saya heran. Mengapa saya tidak menemukan 'getaran' Soedjojono dan Affandi dalam karya Ay Tjoe dan Heri Dono? Sama seperti keindahan gereja Santa Maria Maggiore tadi. Mengapa bangunan-bangunan masa kini, dari BNI 46 sampai Marina Bay Sands, tidak ada yang bisa menyaingi keindahannya?

Jawabannya adalah: kesempurnaan. Kini, manusia dipasung oleh duit. Jika saya menujukkan gambar langit-langit Santa Maria Maggiore pada arsitek masa kini untuk membuatnya, maka pertanyaan yang pertama muncul adalah: "Pasti akan mahal sekali!". Ya. Abad ke 14, pada saat gereja ini dibangun, orang masih belum mengenal uang. Raja menyediakan sarana apapun yang dibutuhkan oleh sang arsitek, dan sang arsitek diberi kebebasan untuk berkreasi tanpa dibatasi oleh uang. Iapun bebas mewujudkan impiannya, melebihi batas-batasnya sebagai manusia, dan melahirkan sebuah karya yang illahi - divine works of art. Karya yang hanya mungkin hadir dari hati seorang manusia yang kagum atas TuhanNya. Sempurna!

Jaman sekarang, kita sering lupa, bahwa orang Kristen dituntut untuk menjadi sempurna, karena Bapa yang menciptakan kita adalah sempurna. Kita sering merasa cukup dengan kecukupan kita - cukup taat aturan, sekali-sekali saja menerobos lampu merah. Cukup rajin bekerja, sekali-sekali saja bolos. Cukup segini saja, untuk apa maju lagi. Kita jarang berjuang untuk sebuah kesempurnaan, karena menjadi sempurna seolah terlalu mahal secara ekonomis, dari segi waktu maupun uang. Namun ingat, bahwa sebagai orang Kristen kita dituntut untuk sempurna. Dan sebagai orang Kristen kita bisa bernapas lega, bahwa kesempurnaan itu pernah muncul dari jaman keemasan iman Kristen di Eropa. Lihatlah Basilika Santo Petrus di Vatikan, Piazza Sam Marco di Italia, St. Stephansdom di Wina, dan Santa Maria Maggiore di Bergamo. Itulah bangunan-bangunan yang didirikan atas dasar cinta seorang manusia ke pada Tuhannya, dengan dedikasi penuh untuk mencapai kesempurnaan. Dan kesempurnaan ini masih terpancar sampai sekarang, ratusan tahun sebelum karya itu dibuat!

Jadi, ingatlah, bahwa menjadi sempurna adalah misi untuk orang Kristen. Janganlah kita puas untuk sekadar cukup - hiduplah dengan kesempurnaan, janganlah berhenti sampai titik sempurna itu tercapai. Niscaya, iman Kristen akan terpancar dengan sendirinya, dari indahnya karya-karya yang dihasilkannya.

Tomang, 20 October 2011