Tuesday, October 26, 2004

Orang Pilihan Allah

„Dan tetangga-tetangga perempuan memberi nama kepada anak itu, katanya:“Pada Naomi telah lahir seorang anak laki-laki“; lalu mereka menyebutkan namanya Obed. Dialah ayah Isai, ayah Daud.“
Rut 4:17

Raja Daud yang dikenal sebagai raja terbesar dalam sejarah orang Yahudi, ternyata tidak 100% murni keturunan Yahudi. Alkitab mencatat bahwa Raja Daud memiliki keturunan Moab dari Rut, neneknya. Moab tentu saja pada saat itu merupakan bangsa kafir yang tidak mengenal Allah, tetapi seorang Rut begitu mulianya sampai-sampai Allah memilih dia untuk menurunkan Daud, Salomo, dan kemudian Tuhan Yesus. Jika memang Allah menganggap bangsa Yahudi sebagai ‚bangsa pilihan’ dan menentukan keturunan sebagai satu-satunya syarat untuk berkatNya, maka tidak mungkin Rut bisa masuk ke dalam jajaran keturunan ini.
Alkitab berkali-kali mencatat bahwa tidak seperti manusia, Allah tidak memilih orang berdasarkan pada kemampuan fisik maupun keturunannya. Allah memilih Yakub daripada Esau, karena Esau bermental rendah dan menjual hal sulungnya hanya demi semangkuk makanan. Allah memilih Daud yang dituliskan ‚bersemu merah’ karena muda untuk melawan Goliath yang tinggi dan kekar. Allah memilih Rut, karena keteguhannya dalam melayani Naomi dan kesediaannya untuk meninggalkan cara hidup lamanya. Dalam perjanjian baru pun demikian: Allah justru memilih Saulus, seorang Ahli Taurat yang sebelumnya sering adalah penganiaya jemaat, sebagai pelayanNya.
Jelaslah bahwa Allah mengenali pribadi seseorang dan memilih pelayanNya berdasarkan integritas dan sikap mental yang dimiliki oleh orang itu. Melalui Daud, Yakub, Paulus, dan tentu saja Rut, kita bisa melihat betapa Allah tidak salah pilih, karena semua orang itu kemudian membuktikan integritas dan keteguhanNya dalam pelayanan, meskipun pada awalnya orang tidak akan menyangka bahwa potensi seperti itu ada di balik wajah seorang perempuan Moab atau seorang gembala yang masih sangat muda. Jadi, asahlah integritas Anda! Niscaya Anda akan dipilih Allah, apapun kondisi fisik dan keturunan Anda.

Undangan yang disia-siakan

„Sebab Aku berkata kepadamu: Tidak ada seorangpun dari orang-orang yang telah diundang itu akan menikmati jamuanKu.“
Lukas 14:24

Gonjang-ganjing pemilihan presiden RI pertama secara langsung pada tahun 2004 berakhir dengan kemenangan pasangan SBY-Yusuf Kalla. Rakyat pun bergembira menyambutnya, sementara para elite politik dan partai yang ‚kecele’ memberikan tanggapan yang beragam. Orang-orang yang mengaku ‚setia’ dan sudah mempertaruhkan jabatan dan nama baiknya demi SBY-Yusuf Kalla pun kini mendapat giliran untuk berdebar-debar: menunggu telepon dari Cikeas!
Telepon dari Cikeas, kediaman presiden terpilih SBY, merupakan tanda bahwa seseorang dipertimbangkan untuk duduk di kabinet, entah sebagai mentri atau sebagai staf kabinet. Begitu banyak orang yang berdebar-debar dan begitu gembiranya jika akhirnya mendapat telepon, sampai-sampai ada lelucon untuk berkata ‚dari Cikeas’ jika kita menelepon orang yang tidak mengenali suara kita.
Bapa di Surga sebenarnya juga melakukan ‚telepon Cikeas’ yang lebih mulia, yakni memilih kita untuk menjadi pengikutNya. Ia sudah memilih dan menempatkan kita sesuai dengan talenta yang kita miliki, supaya bisa berkarya demi kemuliaan NamaNya. Sebenarnya, dengan mengaku percaya, kita adalah staf Allah, menteri Allah yang duduk di dalam kabinetNya! Oleh karena itu, Tuhan Yesus memperingatkan murid-muridNya dalam Lukas 14 agar menghormati undangan dari Bapa di Surga itu. Jangan dianggap sebagai angin lalu dan dilewatkan dengan berbagai alasan, karena – semua orang pun tahu – hanya orang yang betul-betul bodoh yang mau melewatkan kesempatan mendapat ‚telepon dari Cikeas’!

Sukses di Mata 'Kaisar' dan Tuhan

Lalu kata Yesus kepada mereka: “Berilah kepada Kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada Kaisar dan kepada Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah!” Mereka sangat heran mendengar Dia.
Markus 12:17

Gambar kaisar yang terdapat pada uang dinar dalam perikop ini adalah Kaisar Tiberius, yang memerintah dari tahun 14 sampai 37 Masehi. Uang dinar pada jaman itu bergambar muka kaisar yang bermahkota daun dan menghadap ke kanan, disertai tulisan “TI(BERIUS) CAESAR DIVI AUG(USTI) F(ILIUS) AUGUSTUS”. Tulisan ini berarti ‘Kaisar Tiberius, Anak dari Dewa Agustus yang juga adalah seorang Agustus’.
Ketika Yesus mengangkat keping logam itu dan menunjukkannya pada orang Farisi dan Herodian, maka orang-orang yang mendengar langsung mengerti maksud Yesus: tulisan dan gambar pada keeping tersebut sebenarnya merupakan hujatan bagi agama Yahudi, karena melanggar 10 perintah Allah yang kedua dengan mendewakan Kaisar Roma. Dengan demikian Yesus menunjukkan kemunafikan orang Farisi tersebut, yang setiap hari berdagang dan menerima persembahan berupa keping logam berisi hujatan.
“Berikanlah kepada Kaisar, apa yang wajib kamu berikan kepada Kaisar”. Dengan berkata demikian, Yesus menginginkan kita untuk hidup secara realistis dan tidak munafik. Kita boleh saja membayar pajak, berdagang, atau menjalankan aktivitas duniawi lainnya. Menjadi Kristen tidak selalu berarti kita harus berdoa terus menerus atau tinggal di gereja setiap hari. Tetapi, janganlah lupa memberikan kepada Allah, apa yang wajib kamu berikan kepada Allah. Imbangilah kegiatan duniawi itu dengan takaran rohani yang cukup, sehingga kita tidak melalaikan salah satu, tapi dapat sukses di mata ‘Kaisar’ dan di mata Tuhan.

Setialah!

Hai saudara-saudaraku yang kekasih, kamu senantiasa taat; karena itu tetaplah kerjakan keselamatanmu dengan takut dan gentar, bukan saja seperti aku masih hadir, tetapi terlebih pula sekarang waktu aku tidak hadir
Filipi 2:12

Suatu saat Joni ditugaskan oleh kantornya keluar negri. Tidak seperti di kota asalnya, Joni ditempatkan di sebuah desa kecil yang sepi. Yang lebih menyedihkan lagi adalah tempat Joni tinggal sangat jauh dari gereja. Setiap kali akan pergi ke gereja, Joni harus berjalan kaki 30 menit menuju stasiun kereta terdekat, naik kereta 10 menit, kemudian disambung dengan 30 menit lagi berjalan kaki. Belum lagi jika ada badai salju, dinginnya luar biasa. Itupun untuk mencapai sebuah gereja yang kurang ‘ideal’: selalu nyaris kosong, dengan pendeta dan jemaat yang kurang peduli pada Joni.
Secara rohani memang sedikit yang bisa Joni dapatkan dari gereja itu, jelas tidak sebanding dengan perjuangannya untuk ke gereja. Tetapi Joni selalu pergi ke gereja, karena dia tahu, bahwa pemeliharaan Allah tidak hanya datang dari gereja. Joni pun bisa merasakan, betapa Allah memelihara dia lewat orang-orang disekitarnya, dan buah rohani itu dia rasakan justru lewat orang-orang yang terdekat dengannya. Dengan tetap hadir di gereja, Joni sedang mengerjakan keselamatannya. Walaupun lingkungan dan situasi tidak mendukung, kita tetap harus setia mengerjakan keselamatan kita. Percayalah, setiap kali kita berkorban untuk kepentinganNya, Allah sedang tersenyum memandang kita dari Surga.