Wednesday, August 23, 2006

Orang Kristen dan Nyanyi-Menyanyi

“Haleluya! Nyanyikanlah bagi Tuhan nyanyian baru! Pujilah Dia dalam jemaah orang-orang saleh”
Mazmur 149:1

Saya pernah melihat suatu kejadian lucu ketika berlibur di Danau Toba, Sumatera Utara. Waktu itu, diatas kapal yang membawa kami dari Parapat menuju Pulau Samosir, ada seorang bocah yang membawa gitar untuk mengamen. Menurut saya, anak ini cukup bagus suaranya, ketika menyanyikan lagu ‚O Tano Batak’ yang terkenal itu. Tetapi, di tengah-tengah lagunya, salah seorang pendengar tiba-tiba menghentikan nyanyian pengamen itu. „Stop!“ katanya. „Kurang tepat kau menyanyikannya. Sini gitarmu!“ katanya, sambil mengambil gitar dari sang pengamen. Mulailah bapak ini menyanyi sambil bergitar, wow! Ternyata suara dan lantunannya jauh lebih bagus lagi! Hmmm, rupanya, jangan main-main kalau jadi pengamen di Tanah Batak - bukannya menghibur, malah diajari oleh pendengarnya!
Di Papua, nyanyian punya makna yang lain lagi. Ketika sedang bekerja di ladang, mereka memiliki suatu struktur nyanyian yang cukup rumit. Nyanyian ini berupa teriakan singkat yang bersahutan antara pria dan wanita. Ternyata, bukan hanya pria dan wanita, melainkan setiap tingkatan dalam keluarga - misalnya paman, ayah, atau kakek - memiliki nada dan bunyi tertentu, sehingga ketika mereka bergabung di ladang, terbentuklah suatu simfoni bunyi yang indah. Kebiasaan menyanyisambil bekerja ini juga dimiliki oleh orang Israel, yang tercatat dalam Bilangan 21:17-18.
Memang, agama Kristen erat kaitannya dengan nyanyian. Bahkan, penyanyi-penyanyi ulung di negri ini banyak yang beragama Kristen, atau berasal dari daerah yang mayoritas beragama Kristen. Nama-nama dari Ambon, Irian, dan tentu saja Batak atau Sumatra Utara, banyak sekali menghiasi panggung hiburan kita. Bahkan, pemenang Indonesian Idol, yang dipilih berdasarkan jutaan sms yang masuk dari seluruh Indonesia, dua kali berturut-turut dimenangkan oleh orang Kristen!
Padahal, tidak ada tulisan dalam Alkitab yang secara khusus menganjurkan kita untuk bernyanyi. Dalam kitab Taurat tidak ada kewajiban untuk menyanyi, bahkan Tuhan Yesus pun tidak pernah memberikan perintah untuk menyanyi. Hanya sekali tercatat dalam Matius 26:30, bahwa Tuhan Yesus bersama murid-muridNya menyanyi bersama. Lalu, mengapa kebiasaan menyanyi ini selalu erat dikaitkan dengan agama Kristen? Trend ini rupanya bukan hanya di Indonesia, tapi di dunia. Lihat saja karya-karya komponis besar seperti Johann Sebastian Bach dan Wolfgang Amadeus Mozart, yang banyak sekali diinspirasikan oleh iman Kristen mereka. Jadi mengapa nyanyian begitu erat berekatan dengan iman Kristen?
Di Amerika Serikat pernah diadakan sebuah survei mengenai tema apa yang paling banyak menginspirasi sebuah lagu. Apakah perang, perdamaian, keindahan alam, atau cuaca? Jawabannya ternyata mudah saja: cinta! Ya, cinta dan kasih adalah tema yang paling banyak menginspirasi sebuah lagu. Nyaris semua lagu yang saya kenal, dari jaman The Beatles (She Loves You) sampai musik cadas seperti Avril Lavigne (Sk8ter Girl), semuanya bicara cinta. Di Tanah Air pun sama: dari Bang Thoyib yang belum pulang juga, sampai jeritan hati Glenn Fredly - semuanya berputar-putar sekitar cinta. Nah, ketika Tuhan Yesus ditanya, apakah hukum yang terpenting bagi orang Kristen? Jawabannya: kasih! (Mat 22:37-39)
Kini mulai terlihat benang merahnya. Karena esensi dari kehidupan kristiani adalah cinta kasih, maka tak heran jika kasih yang dirasakan orang-orang Kristen begitu mudahnya meluap dan mewujud menjadi jalinan nada-nada yang indah untuk didengar. Dari jaman Abad pertengahan, dimana Johann Sebastian Bach mengarang komposisinya yang terkenal: „Jesus, Joy of Man’s Desiring“, sampai akhir-akhir ini, ketika pemusik dari Hillsong Australia melantunkan „Shout to the Lord!“. Semuanya adalah hasil dari luapan cinta kasih yang mereka alami, mereka resapi, dan mereka wujudkan dalam bentuk musik dan lagu. Itulah sebabnya mengapa orang Kristen begitu mudah berdendang, dan bahkan kini musik dan lagu menjagi bagian yang tak terpisahkan dari liturgi kristiani. Karena dalam liturgi kita menyelami dan mensyukuri kasih Tuhan terhadap kita, tentu saja nyanyian menjadi alat utama untuk mewujudkannya. Nyanyian yang selalu baru, seperti tertulis dalam Mazmur 149:1. Karena, kasih Tuhan selalu baru, setiap hari! Haleluya!

Orang Kristen dan Nyanyi-Menyanyi

“Haleluya! Nyanyikanlah bagi Tuhan nyanyian baru! Pujilah Dia dalam jemaah orang-orang saleh”
Mazmur 149:1

Saya pernah melihat suatu kejadian lucu ketika berlibur di Danau Toba, Sumatera Utara. Waktu itu, diatas kapal yang membawa kami dari Parapat menuju Pulau Samosir, ada seorang bocah yang membawa gitar untuk mengamen. Menurut saya, anak ini cukup bagus suaranya, ketika menyanyikan lagu ‚O Tano Batak’ yang terkenal itu. Tetapi, di tengah-tengah lagunya, salah seorang pendengar tiba-tiba menghentikan nyanyian pengamen itu. „Stop!“ katanya. „Kurang tepat kau menyanyikannya. Sini gitarmu!“ katanya, sambil mengambil gitar dari sang pengamen. Mulailah bapak ini menyanyi sambil bergitar, wow! Ternyata suara dan lantunannya jauh lebih bagus lagi! Hmmm, rupanya, jangan main-main kalau jadi pengamen di Tanah Batak - bukannya menghibur, malah diajari oleh pendengarnya!
Di Papua, nyanyian punya makna yang lain lagi. Ketika sedang bekerja di ladang, mereka memiliki suatu struktur nyanyian yang cukup rumit. Nyanyian ini berupa teriakan singkat yang bersahutan antara pria dan wanita. Ternyata, bukan hanya pria dan wanita, melainkan setiap tingkatan dalam keluarga - misalnya paman, ayah, atau kakek - memiliki nada dan bunyi tertentu, sehingga ketika mereka bergabung di ladang, terbentuklah suatu simfoni bunyi yang indah. Kebiasaan menyanyisambil bekerja ini juga dimiliki oleh orang Israel, yang tercatat dalam Bilangan 21:17-18.
Memang, agama Kristen erat kaitannya dengan nyanyian. Bahkan, penyanyi-penyanyi ulung di negri ini banyak yang beragama Kristen, atau berasal dari daerah yang mayoritas beragama Kristen. Nama-nama dari Ambon, Irian, dan tentu saja Batak atau Sumatra Utara, banyak sekali menghiasi panggung hiburan kita. Bahkan, pemenang Indonesian Idol, yang dipilih berdasarkan jutaan sms yang masuk dari seluruh Indonesia, dua kali berturut-turut dimenangkan oleh orang Kristen!
Padahal, tidak ada tulisan dalam Alkitab yang secara khusus menganjurkan kita untuk bernyanyi. Dalam kitab Taurat tidak ada kewajiban untuk menyanyi, bahkan Tuhan Yesus pun tidak pernah memberikan perintah untuk menyanyi. Hanya sekali tercatat dalam Matius 26:30, bahwa Tuhan Yesus bersama murid-muridNya menyanyi bersama. Lalu, mengapa kebiasaan menyanyi ini selalu erat dikaitkan dengan agama Kristen? Trend ini rupanya bukan hanya di Indonesia, tapi di dunia. Lihat saja karya-karya komponis besar seperti Johann Sebastian Bach dan Wolfgang Amadeus Mozart, yang banyak sekali diinspirasikan oleh iman Kristen mereka. Jadi mengapa nyanyian begitu erat berekatan dengan iman Kristen?
Di Amerika Serikat pernah diadakan sebuah survei mengenai tema apa yang paling banyak menginspirasi sebuah lagu. Apakah perang, perdamaian, keindahan alam, atau cuaca? Jawabannya ternyata mudah saja: cinta! Ya, cinta dan kasih adalah tema yang paling banyak menginspirasi sebuah lagu. Nyaris semua lagu yang saya kenal, dari jaman The Beatles (She Loves You) sampai musik cadas seperti Avril Lavigne (Sk8ter Girl), semuanya bicara cinta. Di Tanah Air pun sama: dari Bang Thoyib yang belum pulang juga, sampai jeritan hati Glenn Fredly - semuanya berputar-putar sekitar cinta. Nah, ketika Tuhan Yesus ditanya, apakah hukum yang terpenting bagi orang Kristen? Jawabannya: kasih! (Mat 22:37-39)
Kini mulai terlihat benang merahnya. Karena esensi dari kehidupan kristiani adalah cinta kasih, maka tak heran jika kasih yang dirasakan orang-orang Kristen begitu mudahnya meluap dan mewujud menjadi jalinan nada-nada yang indah untuk didengar. Dari jaman Abad pertengahan, dimana Johann Sebastian Bach mengarang komposisinya yang terkenal: „Jesus, Joy of Man’s Desiring“, sampai akhir-akhir ini, ketika pemusik dari Hillsong Australia melantunkan „Shout to the Lord!“. Semuanya adalah hasil dari luapan cinta kasih yang mereka alami, mereka resapi, dan mereka wujudkan dalam bentuk musik dan lagu. Itulah sebabnya mengapa orang Kristen begitu mudah berdendang, dan bahkan kini musik dan lagu menjagi bagian yang tak terpisahkan dari liturgi kristiani. Karena dalam liturgi kita menyelami dan mensyukuri kasih Tuhan terhadap kita, tentu saja nyanyian menjadi alat utama untuk mewujudkannya. Nyanyian yang selalu baru, seperti tertulis dalam Mazmur 149:1. Karena, kasih Tuhan selalu baru, setiap hari! Haleluya!

Friday, August 11, 2006

Hyperlink dalam Alkitab

“Jadi seluruhnya ada: empat belas keturunan dari Abraham sampai Daud, empat belas keturunan dari Daud sampai pembuangan ke Babel, dan empat belas keturunan dari pembuangan ke babel sampai Kristus”
Matius 1:17


Saya punya kebiasaan untuk membaca Alkitab secara acak sebelum tidur. Jadi, saya membuka Alkitab secara ack, lalu diantara halaman yang terbuka, tempat mata saya pertama kali tertuju, biasanya menjadi perikop pilihan malam itu. Tujuannya, supaya saya bisa membaca Alkitab secara utuh, tidak hanya ayat-ayat yang terkenal saja. Untuk tujuan ini juga, saya tidak pernah menggarisi atau mewarnai ayat-ayat Alkitab tertentu dengan stabilo. Dengan demikian, semua ayat Alkitab terlihat sama dan sama pentingnya, dimanapun ayat itu berada.

Namun, kadang-kadang kalau saya menjumpai ayat seperti Matius 1:1-17, apalagi kalau hari itu saya sudah lelah dan mata sudah sulit diajak kompromi, makin sulitlah ‘tantangan’ membaca Alkitab ini. Siapa memperanakkan siapa, siapa kakek dan siapa cucunya, menjadi sangat tidak menarik dan kadang-kadang saya berpikir, apa ada gunanya membaca silsilah seperti ini ini?
Khotbah Pdt. Bigman Sirait yang saya dengar 2 minggu lalu mengubah pandangan saya mengenai silsilah ini, khususnya yang disinggung dalam Matius. Beliau mengatakan bahwa bukankah Allah pernah berjanji kepada Abraham, bahwa keturunannya akan sebanyak bintang di langit dan pasir di laut? (Kej 22:17), bukankan Allah berjanji bahwa keturunan Abraham akan mendiami tanah Kanaan dan mengalami berbagai macam berkat?

Jika ya, nampaknya kenyataan jauh dari janji Allah. Bangsa Israel, keturunan Abraham, berkali-kali dijajah dan diusir dari tanah Kanaan. Hanya dengan pimpinan Raja Daud dan Salomo, mereka boleh dibilang berjaya. Namun, pemimpin mereka lagi-lagi berdosa dan berdosa, sehingga Allah mencampakkan mereka berkali-kali dalam penjajahan Mesir, Babel, bahkan Romawi. Sampai sekarang pun, seperti kita lihat di koran-koran, “Damai di Timur Tengah” belum bisa terwujud - sesudah ribuan tahun! Orang Israel masih belum bisa hidup tenang, selalu dihantui perang dan rasa tidak aman.

Nah, silsilah ini rupanya menjadi kunci bagi terwujudnya janji Allah. Kalau tidak ada silsilah ini, maka Yesus tidak ada hubungannya dengan Abraham. Namun, dengan adanya benang merah antara Abraham dengan Yesus, dan memperhitungkan perkataan Yesus bahwa yang percaya kepadaNya adalah anakNya, maka kita semua dengan perantaraan Yesus menjadi keturunan Abraham. Jadi, status ‚Bangsa Terpilih’ tidak lagi ditentukan oleh keturunan (ius sanguinis), tetapi oleh perbuatan dan iman terhadap Yesus. Dengan demikian, janji Allah ditepati: kaum yang percaya kepada Yesus kini semakin banyak di dunia, bahkan seperti pasir di laut! Jadi, dalam silsilah yang seolah tidak penting ini, terdapat sebuah hyperlink - yang memberika benang merah kepada seluruh Alkitab, dari Perjanjian Lama sampai Perjanjian Baru. Amin!