'Dan Yesus bertanya kepadanya: “Siapakah namanu?” Jawabnya: “Legion,” karena ia kerasukan banyak setan.'
Lukas 8:30
'Orang-orang yng telah melihat sendiri hal itu memberutahukan kepada merek, bagaimana orang yang dirasuk setan itu telah diselamatkan. Lalu seluruh penduduk daerah Gerasa meminta kepada Yesus, supaya Ia meninggalkan mereka, sebab mereka sangat ketakukan. Maka naiklah Ia ke dalam perahu, lalu berlayar kembali'
Lukas 8:36-37
'Dan orang yang telah ditinggalkan setan-setan itu meminta supaya ia diperkenankan menyertai-Nya. Tetapi Yesus menyuruh dia pergi, kataNya: “Pulanglah ke rumahmu dan ceriterakanlah segala sesuatu yang telah diperbuat Allah atasmu.” Orang itupun pergi mengelilingi seluruh kota dan memberitahukan segala apa yang telah diperbuat Yesus atas dirinya'
Lukas 8:38-39
Kisah misterius ini membuat kita sulit percaya bahwa kejadian ini benar-benar terjadi. Kita berpikir, mungkin ini adalah suatu kiasan, atau Tuhan Yesus sedang membuat perumpamaan mengenai sesuatu. Jika tidak, bagaimana sesuatu yang dramatis seperti ini bisa terjadi? Bahwa satu orang bisa dirasuki bukan satu, tapi 2000 setan? Bahwa kemudiannya setan tersebut tidak diusir tetapi masuk ke dalam babi? Babinya kemudian terjun ke dalam laut? Dan, yang paling aneh lagi, bukannya berterima kasih, mengapa penduduk setempat malah meminta Tuhan Yesus pergi? Dan, orang yang disembuhkan justru tidak boleh mengikut Yesus?
Secara jurnalistik, kalau kisah ini adanya hanya di salah satu kitab, kebenarannya bolehlah diperdebatkan. Tetapi, kisah pengusiran setan orang Gerasa ini dikisahkan bukan hanya dalam satu, tetapi tiga Injil sekaligus: dalam Matius 8:28—34, Markus 5:1-20, dan Lukas 8:30-39. Semuanya mengisahkan ceritra yang mirip. Mengenai makna pengusiran setannya sendiri, sudah banyak dibahas di berbagai tulisan dan khotbah. Namun, ketika saya mendengar khotbah ini di GKI Cikarang, yang mengganggu benak saya adalah: mengapa masyarakat sekitar bukannya menerima Tuhan Yesus, tetapi malah takut dan meminta Tuhan Yesus pergi?
Bayangkan jika hal ini terjadi di kampung Anda: ada orang yang sudaj lama gila, tinggalnya di kuburan. Orang ini tidak berpakaian, sering kerasukan dan mengguling-guling sambil berteriak-teriak. Pernah dicoba dipasung, tapi orang ini saking kuatnya, pasungannya sampai bisa dipatahkan. Akhirnya dia berjalan-jalan saja di kuburan, seperti orang liar, mengganggu dan mengancam keamanan setempat. Apa yang Anda lakukan? Ya – memanggil dukun atau pendeta atau pastor, bukan? Lalu, kalau setannya berhasil keluar, Anda pasti berterima kasih pada orang yang mengusirnya. Nah, lalu bagaimana orang Gerasa ini? Mengapa mereka justru disebutkan 'takut' dan meminta Tuhan Yesus pergi?
Alasan umum yang sering dikutip adalah bahwa orang Gerasa kehilangan peliharaannya yang berharga, yaitu babi. Dalam Alkitab tidak disebutkan jumlahnya, tetapi satuan legion dalam militer Romawi berarti 2000 pasukan, sehingga kira-kira ada 2000 ekor babi yang mati. Namun, kalau memang orang Gerasa kesal atau marah, mengapa disebut takut? Kata 'takut' dalam Alkitab sering juga berarti kagum, seperti ketika Tuhan Yesus menyembuhkan orang lumpuh dalam Matius 9:8. Namun, sesudah itu dalam Matius 9 dikisahkan orang-orang yang takut kemudian memuji danmemuliakan Allah, yang ini kok malah meminta Tuhan Yesus pergi? Rasanya, kalau alasannya kehilangan uang, mereka pasti punya reaksi yang berbeda. Atau, Alkitab pasti menuliskan reaksi mereka sebagai marah, kesal, atau terganggu. Tapi, tidak ketakukan, bukan?
Untuk memahami hal ini, kita perlu memahami latar belakang orang Gerasa. Gerasa adalah salah satu bagian dari Dekapolis yang terletak di sebrang Danau Galilea kalau dilihat dari arah Nazareth. Gerasa, sama seperti Kaesarea Filipi, adalah wilayah diluar daerah inti Israel. Artinya, di daerah ini pengaruh Yahudi tidak lagi kuat, bahkan bahasa yang digunakan sudah bukan lagi bahasa Yahudi tetapi bahasa Romawi dan Yunani. Disebutkan bahwa di wilayah Gerasa ini, pengaruh Yunani sangat kuat.
Yunani memiliki sejarah yang unik, mirip dengan peradaban Eropa masa kini. Yunani memulai peradaban mereka dengan mistisisme yang kuat, seperti konsultasi dengan 'dukun' bernama 'Orakel' di kuil Pantheon, yang konon bisa menatap masa depan. Tapi, perkembangan sastra dan intelektualitas membuat orang Yunani menjadi sangat pragmatis. Muncul universitas-universitas, serta filsuf-filsuf handal seperti Plato dan Aristoteles, yang membawa semangat mirip jaman pencerahan di Eropa. Budaya Yunani terkenal menjadi sangat pragmatis, materialis, dan mengandalkan otak dan kekuatan manusia. Buat mereka, dunia orang Yahudi yang penuh dengan ritual, mukjijat, dan aturan agama, pastilah terlihat sangat 'kuno', aneh, dan – menakutkan.
Menurut saya, inilah alasan mengapa orang Gerasa takut. Namun, dalam perikop ini terbukti bahwa yang pragmatis belum tentu suci. Dalam sejarah Alkitab, tidak pernah Tuhan Yesus mengusir begitu banyak setan dari satu orang, dari satu tempat. Bisa terbayang, betapa besar kekuatan setan pada waktu itu: menyebrang Danau Galilea saja, belum sampai menyebrang lautan – sekali ketemu orang, setannya ada 2000! Sepertinya, kehadiran setan ini justru diakibatkan oleh masyarakat Gerasa yang cuek tentang hal-hal rohaniah, soal moral dan agama. Ini mirip dengan dunia kita saat ini, dimana teknologi dan ilmu pengetahuan mengambil alih ritual dan agama. Hati-hati! Jangan-jangan ada ribuan setan yang mengintai kita!
CS Lewis, seorang penulis Kristen dari Amerika, memiliki pendapat yang sangat cocok mengenai perikop ini. Menurut beliau, ada dua sikap yang sama-sama salah dalam menghadapi dunia rohaniah atau dunia gaib, di luar jangkauan ilmu pengetahuan. Di satu pihak, terlalu percaya sehingga menjadi pemuja setan, penyuka jimat dan hal-hal klenik, adalah salah. Di lain pihak, terlalu cuek, sehingga tidak menghiraukan hal-hal yang tidak duniawi, juga adalah dosa. Manusia perlu menggunakan kerohaniannya seperti menggunakan akal budinya, dengan takaran tertentu agar seimbang. Seperti Albert Einstein, yang walaupun demikian kuat nalarnya, masih menyisakan ruang untuk Tuhan dalam alam pikirannya. “God does not play dice” katanya. Tuhan tidak seperti bermain dadu ketika menciptakan dunia.
Amin.
Cikarang, 11 Juli 2010