“Ada tertulis: Manusia hidup bukan dari roti saja”
It is written, that man shall not live by bread alone, but by every word of God
“Engkau harus menyembah Tuhan, Allahmu, dan hanya kepada Dia sajalah engkau berbakti!”
Get thee behind me, Satan, for it is written, Thou shalt worship the Lord thy God, and him only shalt thou serve
“Jangan engkau mencobai Tuhan, Allahmu!”
It is said, Thou shalt not tempt the Lord thy God
Lukas 4:4,8,12
Kisah pencobaan di padang gurun (Lukas 4:1-13) adalah sebuah kisah yang misterius. Dalam perikop ini dikisahkan bagaiman Tuhan Yesus, sebelum berkelana dan mewartakan Kabar Baik bagi dunia, terlebih dahulu melalui sebuah ujian. Yang menguji adalah Iblis sendiri. Di dalam perikop inilah terjadi sebuah dialog yang mistis antara Tuhan Yesus dengan Iblis, yang tidak pernah terjadi lagi dalam Alkitab. Namun, membahas peristiwa ini menjadi sangat penting, karena justru dalam ujian ini, tidak satupun mukjijat yang dilakukan oleh Tuhan Yesus. Ketika Tuhan Yesus berhadapan dengan Iblis, bukannya sebuah peperangan yang dahsyat, atau pertarungan a la Darth Vader dan Luke Skywalker dalam Star Wars yang terjadi. Yang terjadi malah adalah sebuah dialog yang nampaknya sederhana.
Untuk merenungkan perikop ini, saya mulai dengan satu pertanyaan: apa sebenarnya yang diuji dari Tuhan Yesus dalam hal ini? Tentu saja ini bukan adu kekuatan atau adu ilmu, seperti yang diperlihatkan ketika Tuhan Yesus mengusir setan Legion dari orang yang kerasukan, misalnya. Yang terjadi disini, justru kebalikannya: Iblis menguji Tuhan Yesus sebagai manusia. Iblis ingin memastikan, lewat ujian ini, apakah Tuhan Yesus benar-benar Anak Allah? Apakah Tuhan Yesus betul-betul memiliki kualitas Illahi?
Mari kita mulai dengan pencobaan pertama. Pencobaan ini adalah hal dasar yang sering dialami oleh manusia: lapar. Dikisahkan bahwa setelah berpuasa selama 40 hari, Tuhan Yesus merasa lapar. Kemudian, Iblis menawarkan: bagaimana jika batu ini diubah saja menjadi roti? Tentu saja Tuhan Yesus bisa: bukankah sebelumnya Ia pernah mengubah air menjadi anggur? Lalu apa susahnya mengubah batu menjadi roti? Namun, jawaban Tuhan Yesus sangat mengherankan. “Manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi juga dari Firman Tuhan” kataNya.
Jawaban ini menunjukkan kualitas Illahi Tuhan Yesus sebagai manusia. Sebagai manusia, karena Ia tidak melakukan mukjijat apa-apa. Namun, kualitas Illahi-nya nampak dari jawabanNya. Ia mengerti, setiap manusia memiliki kebutuhan pokok. Ia juga merasakan betapa perihnya perut, ketika 40 hari tidak diisi makan. Sama seperti semua manusia, ketika lapar, maka apa saja akan dilakukan untuk memuaskan rasa lapar tersebut. Hal ini juga berlaku untuk segala nafsu manusia: apakah itu kebutuhan akan pakaian, minuman, makanan, atau yang lainnya. Ketika hal-hal dasar ini tidak terpenuhi, maka manusia cenderung membabi buta, menghalalkan segala cara, dan menfokuskan seluruh daya upaya dan hidupnya untuk memenuhi kebutuhan ini.
Namun, Tuhan Yesus berpandangan lain. Ia tetap pada focus utamanya: bahwa kepada FirmanTuhan-lah Ia berpegang. Coba katakan kepada seorang miskin yang sudah 3 hari tidak makan: Apakah Anda percaya Tuhan? Apakah Anda berpegang teguh padaNya? Setiap orang yang kelaparan pasti akan bimbang. Perihnya perut akan menimbulkan pertanyaan: kalau Tuhan ada, kalau Allah melihat dari atas, mengapa perutnya seperih ini? Mengapa Ia membiarkan aku lapar? Tuhan akan nampak jauh di awang-awang, sementara perihnya perut terasa begitu jelas mengiris-iris. Manusia biasa akan berpikir: sudahlah, lupakan saja Tuhan dahulu. Aku perlu roti!
Disinilah Tuhan Yesus menunjukkan kualitas ke-Illahi-annya. Ia menunjukkan betapa ia berpegang teguh pada imanNya, dan tidak meragukan sedikitpun kuasa Allah BapaNya. Ia berkata dengan tegas, bahwa manusia bukan hidup dari roti saja. Dalam keadaan perut perih melilit pun, Ia tahu prioritasNya. Ketika kebutuhan manusia paling dasarnya – makanan – terancam, Ia tetap berpegang teguh pada FirmanNya – sebuah Firman yang secara fisik kosong. Tuhan Yesus tidak terpengaruh oleh kebutuhan dasarNya sebagai manusia, karena Ia adalah Tuhan. Dengan ini, Tuhan Yesus menunjukkan kualitas ke-Illahi-annya.
Ketika kebutuhan dasar manusia sudah tercukupi, apakah masalah berakhir sampai disitu? Tidak. Hampir semua orang di dunia ini selalu merasa tidak pernah cukup, bukan? Dulu, makan sehari sekali. Kemudian, tiga kali sehari. Kini, bisa makan 10 kali sehari, dengan harga yang mahal pula. Manusia selalu ingin lebih dan lebih lagi, kalau bisa sampai 7 turunan. Bahkan banyak orang yang pernah miskin, dan berhasil mengalahkan dirinya pada waktu miskin, justru gagal berantakan ketika menjadi kaya. Justru ketika dia berkecukupan, ambisi dan nafsu seralah mengambil alih, dan membuatnya menjadi lebih rusak dari sebelumnya.
Tetapi tidak demikian halnya dengan Tuhan Yesus. Ketika Iblis mengetahui, bahwa Ia tidak tergoyahkan ketika kebutuhan dasarNya terancam, ia meningkatkan ujian ke taraf berikutnya: apakah Tuhan Yesus merasa cukup? Ia menunjukkan semua kerajaan di dunia, lalu Ia menantang Tuhan Yesus untuk menyembah Iblis sebagai ganti semua kerajaan ini. Betapa indahnya kerajaan dunia ini, bukan? Tuhan Yesus adalah Raja. Ia adalah Putra sang Pemilik Kebun yang sedang diutus untuk mengumpulkan tuaian dari tanahNya. Bukankah Ia berhak menerima mahkota emas, bukan duri? Bukankah indah jika Ia bisa duduk di tahta emas? Iblis memberikan tantangan kedua. Setelah cukup, apakah Tuhan Yesus ingin lebih?
Sekali lagi, Tuhan Yesus menunjukkan kuasa Illahi-Nya. Ia berkata, bahwa hanya Tuhan-lah yang layak disembah. Walaupun disuguhi segala kenikmatan dunia, walaupun disuguhi jabatan dan kemewahan seorang raja, Ia tetap tidak bergeming. Ia teguh berpegang pada FirmanNya, dan menolak ajakan Iblis tersebut. Ia menolak tantangan Iblis karena Ia tahu berkata cukup. Ia tidak ingin lebih, namun Ia berpegang teguh pada misinya. Ujian kedua, Tuhan Yesus sekali lagi lolos dengan gemilang.
Setelah kebutuhan dasar terpenuhi, kekayaan duniawi bisa ditolak, lalu apa lagi?Saudaraku, kemewahan bukan hanya lewat cara duniawi – tetapi juga ada kemewahan rohani. Kehormatan seorang pemuka agama, yang walaupun tidak kaya, tetapi selalu dipuja-puji oleh penganutnya. Keagungan seorang pekerja rohani, yang memang tidak memiliki banyak harta benda, tapi mendapat penghormatan luar biasa dari pengikutnya. Inilah candu yang paling berbahaya: tidak sedikit seorang rohaniawan tangguh yang terjerumus karena godaan ini. Iblis tahu: inilah taraf berikutnya, jika Tuhan Yesus sudah lulus melewati tahap kebutuhan dasar dan tahap kemewahan. Itulah sebabnya Iblis membawa Tuhan Yesus ‘ke atas bubungan Bait Allah’. Kalau ujiannya hanya seperti bungee jumping, mengapa tidak di bukit saja? Justru Iblis repot-repot membawa Tuhan Yesus ke Bait Allah, karena ini adalah masalah integritas rohani. Jika Tuhan Yesus mendadak muncul di Bait Allah, terjun, lalu sepasukan malaikat menyelamatkanNya di depan para pengunjung Bait Allah, Ia langsung akan diagungkan, bukan?
Tuhan Yesus kemudian kembali menunjukkan kualitas Illahi-Nya kepada Iblis. Ia berkata dengan tajam, jangan pernah mencobai Tuhan Allahmu. Inilah yang sering dilakukan manusia: jika iman sudah ada, maka kita sering ‘mencobai’ Tuhan. Memaksa Tuhan melakukan kehendakku, yang aku mau, karena aku sudah berbakti, aku sudah ke gereja. Berbuat hal yang aneh-aneh, dengan pikiran, toh Tuhan akan membantu aku? Aku kan pemuka agama? Inilah yang namanya mencobai Tuhan.
Tuhan Yesus dengan tegas menyatakan, bahwa Tuhan Allah tidak suka dan tidak perlu dicobai. Integritasnya tidak tergoyahkan, bahwa Tuhan Allah ada dan mengasihi manusia. Ia tahu apa yang terbaik, rencanaNya diatas rencana manusia. Jadi, tidak perlu mencobai Tuhan, meskipun secara jangka pendek hasilnya akan wah dan serba heboh. Toh, kemewahan itu semu, karena ada bukan karena iman dari hati melainkan karena mukjijat sesaat.
Tuhan Yesus disini mengalami sebuah ujian yang unik: ujian bahwa Ia memiliki kualitas Illahi, sekalipun Ia adalah manusia biasa. Kalau Tuhan Yesus menggunakan kekuatanNya, Ia akan kalah, karena misiNya tidak akan bisa tercapai. Kalau Ia manusia biasa, yang dikalahkan oleh nafsu, kemewahan, dan kesombongan rohani, Ia juga akan kalah. Namun, karena Tuhan Yesus adalah 100% manusia, dan juga 100% Tuhan, maka Iapun bisa lolos dari ujian ini. Yakinlah kita akan kualitasNya, yang sudah melalui pengujian ini.
Minggu, 17 Oktober 2010