“Angin bertiup ke mana ia mau, dan engkau mendengar bunyinya, tetapi engkau tidak tahu dari mana ia datang atau ke mana ia pergi. Demikianlah halnya dengan tiap-tiap orang yang lahir dari Roh.”
Yohanes 3:8
Dalam sebuah pertunjukan ludruk, seorang penonton yang sinis nampaknya tidak puas dengan apa yang dipertunjukkan hari ini. Alih-alih bertepuk tangan, dia berteriak kepada pemain ludruk: “Apa sih kalian ini, isinya cuma angin!” katanya. Sang aktor ludruk bukannya marah malah tertawa, lalu menghadap si penonton tadi. “Bapak kesini naik apa?” tanyanya. “Naik motor!” jawab si penonton. “Kalo gitu, coba bayangin kalo bannya kempes, nggak ada anginnya!” katanya. Penonton pun tertawa terbahak-bahak.
Kita memang kadang-kadang melupakan pentingnya angin ini. Angin memang tidak berbentuk, hanya bersuara seperti yang dijelaskan dalam Alkitab. Angin ini juga malah menjadi kiasan untuk sesuatu yang kosong, hampa, tidak berisi dan tidak bermutu. Angin tidak bisa dilihat, bahkan ilmu pengetahuan dan kamera tercanggih pun tidak bisa menangkap pergerakan angin. Sehingga ketika Tuhan Yesus menggunakan kata angin untuk melukiskan orang yang lahir dari Roh, apalagi ketika berbicara dengan Nikodemus yang berpendidikan dan Ahli Taurat, pasti Ia sudah memilih kata-kataNya dengan cermat.
Ban adalah bukti betapa pentingnya angin. Dari sejak jaman dokar ditarik lembu, sampai mobil Ferrarri tercepat di dunia, semuanya membutuhkan ban yang isinya angin. Tanpa angin, bahkan pesawat jet Sukhoi yang paling canggih sekalipun tidak bakal bisa terbang. Tidak ada teknologi yang menggantikan angin, sehingga bahaya ban kempes bisa mengancam dari delman, motor, mobil, sampai penerbangan Lion Air dengan Boeing 737-900ER. Bahkan saya yang sudah siap bekerja pun hanya bisa bengong ketika kelihat ban saya kempes habis kemarin!
Dalam perikop diatas, Nikodemus mempertanyakan konsep kelahiran baru. Bagaimana seseorang bisa lahir kembali? Apakah dia harus balik ke rahim ibunya dan dilahirkan kembali? Begitu pertanyaannya. Tuhan Yesus menjawab, bahwa yang lahir dari daging adalah daging, dan dari Roh adalah Roh. Jadi, Tuhan Yesus mendefinisikan bahwa daging dan Roh memang dua hal yang berbeda. Seseorang boleh jadi sudah lahir secara daging, tapi belum secara Roh. Ketika Roh itu hadir dalam hidup seseorang, barulah terjadi kelahiran Roh.
Lalu, bagaimana proses kejadian ‘kelahiran Roh’ ini? Dapatkah kita memasang kamera untuk merekamnya seperti proses kelahiran daging? Tuhan Yesus menyebut dengan jelas dalam perikop diatas, bahwa kita tidak tahu dan tidak bisa melihat prosesnya, tetapi kita ‘bisa mendengar bunyinya’. Ya! Orang-orang yang lahir secara Roh, pasti terasa di masyarakat. Lihatlah pecandu narkoba yang bisa sembuh, orang-orang sakit yang tetap memiliki semangat hidup tinggi, orang yang depresi bisa menemukan semangatnya kembali, dan lain-lain. Banyak sekali buku-buku dan cerita kesaksian mengenai ‘kelahiran Roh’, yang bisa kita dengar dimana-mana. Prosesnya sendiri adalah proses yang sangat pribadi, yang tidak bisa didokumentasikan atau direkam seperti kelahiran daging. Namun, efeknya bisa terlihat dengan jelas, sama seperti nikmatnya perjalanan kita tadi pagi, karena angin kasat mata yang ada di dalam ban kendaraan kita.
Kedoya, 8 September 2011