Embun pagi adalah kristalisasi hari. Uap, asap, debu, kabut, yang terakumulasi selama sehari penuh, akan mengalami transformasi akibat kondensasi dan sublimasi, menjadi embun pagi yang murni, suci, bersih. Demikian pula Firman Tuhan, sering tersamar dalam kotornya hari, namun selalu muncul kembali dalam bentuk murni di pagi hari. Asalkan kita rela luangkan waktu, bersihkan hati, biarkan Roh itu bekerja.
Tuesday, June 05, 2012
Mengenang Daniel Nazarudin, Thio Tjong Bing (1)
Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga.
Matius 5:3
Papi Tjong Bing, atau Daniel Nazarudin, selalu punya relasi yang unik dengan harta. Sebagai seorang dokter gigi, beliau paham betul, bahwa uang bukanlah tujuan utama seorang dokter (atau, paling tidak, begitulah yang seharusnya). Beliau pernah berkata sambil bercanda, bahwa jadi dokter itu memang nasibnya tidak bisa kaya. Bayangkan: waktu muda, ketika tenaga masih kuat dan semangat masih tinggi, pasiennya nggak ada. Ya wajar, dokter baru mana ada yang percaya? Sementara ketika sudah tua, senior istilahnya, pasiennya memang banyak, tapi tenaga sudah pas-pasan dan semangat juga sudah kendor. Alhasil, uang yang didapat ya tidak pernah maksimal! Begitu katanya.
Benar juga!
Memang, papi dan mami memulai membangun keluarga nyaris dari nol. Kami memulai kehidupan keluarga dengan rumah kontrakan kecil di Jl. Bima, sebuah televisi hitam-putih, dan motor bebek 'dukun' C70 merah untuk papi bekerja. Tidak jarang ia pulang basah kuyup karena kehujanan. Tapi, dengan bekerja tekun bertahun-tahun, akhirnya sedikit demi sedikit ekonomi keluarga pun membaik, sampai bisa punya rumah dan mobil. Tapi, papi tetap merasa miskin, karena "Apa yang dihasilkan adalah dari keringat sendiri!" katanya. Uangnya datang dari tangannya sendiri, jadi kalau tidak praktek ya tidak ada uang! Enak ya, kalau uang bisa datang tanpa bekerja sendiri, kata papi.
Namun papi sendiri mengerti benar, bahwa menjadi dokter betul-betul 'miskin di hadapan Allah'. Untuk mereka ini, Alkitab menjanjikan seperti perikop diatas, bahwa justru orang seperti papi menjadi sangat kaya sampai-sampai seperti 'Yang punya Kerajaan Sorga'. Bayangkan, mau beli mobil bekas saja, ketika tahu papi seorang dokter, mobilnya langsung diantar ke rumah. "Lho, ini belum tentu beli lho!" kata papi. "Gak papa Dok, pakai saja dulu, 1 atau 2 minggu. Kalau gak cocok tinggal dikembalikan saja!" kata yang punya mobil. Astaga! Walaupun akhirnya Honda Civic Wonder hijau itu jadi kita beli, namun sebuah kebanggaan bahwa pemiliknya begitu percaya sama papi. Sebuah Honda Freed baru untuk test-drive pun pernah seminggu diparkir di rumah! Saya saja, anaknya yang kerja kantoran, susahnya minta ampun ketika mau test drive. Sementara papi.... "Pakai saja dulu Dok! Gak beli juga gak papa..." kata manajer dealernya. Hebat!
Banyak urusan papi justru dimudahkan, bahkan lebih enak dari 'orang kaya'. Urusan kesehatan, urusan dengan kantor pemerintah, bahkan urusan dengan bank, begitu gampang mengalir tanpa pelicin, karena begitu percayanya masyarakat pada seorang dokter. Saya saja selalu naik pitam urusan bank - sedangkan untuk papi, kok begitu tahu ini 'dokter', semua urusan lancar?
Ya, ini karena papi juga tidak pernah ragu-ragu mempermudah urusan orang. Banyak tetangga di rumah yang kurang mampu, bisa berobat gratis di praktek papi. Harga bukan jadi urusan penting, yang penting adalah kesungguhan dalam bekerja, bertindak benar, dan tidak menyerah walaupun banyak masalah. Mungkin dari sinilah muncul sifat saya juga yang tidak terlalu memperhatikan uang sampai ke sen terkecil.
Memang, dengan demikian, papi tidak pernah jadi kaya, apalagi jadi konglomerat. Tapi, papi menjadi miskin di hadapan Allah karena kemurahan hatinya, dan kini, ia menjadi pemegang saham di Surga!
Tomang, 5 Juni 2012
Tulisan berseri mengenang papi tercinta, drg Daniel Nazarudin, yang meninggalkan kami tanggal 23 Januari 2012
Subscribe to:
Posts (Atom)