“Akulah gembala yang baik. Gembala yang baik memberikan nyawanya bagi domba-dombanya”
Yohanes 10:11
“Bagaimana pendapatmu? Jika seorang mempunyai seratus ekor
domba, dan seekor diantaranya sesat, tidakkah ia akan meinggalkan yang sembilan
puluh sembilan ekor di pegunungan dan pergi mencari yang sesat itu?”
Matius 18:12
Renungan ini berasal dari pikiran iseng saya. Awalnya adalah
ketika dalam sebuah persekutuan terjadi konflik antara pemimpin persekutuan dan
anggotanya. Sang anggota entah kenapa merasa tidak dihargai oleh sang pemimpin,
sampai-sampai tersinggung dan marah. Sementara sang pemimpin, menganalisa
masalah dari sisi pemimpin, bahwa memang si anggota yang terlalu sensi. Toh,
pemimpin bertindak tidak untuk satu-dua orang saja, tetapi harus memperhatikan
kepentingan banyak orang. Dan ketika kelompok yang lebih kecil kemudian kalah
suara, beberapa lalu mutung, pundung. Kalau menggunakan istilah domba, ketika
yang lain bergerak ke kanan, yang ini minggir ke kiri. Biarin deh, toh suaraku
tidak didengar, katanya.
Sang pemimpin persekutuan pun bersikukuh. Yah, sebenarnya
dia sudah mencoba untuk merangkul kembali anggota ini. Namun, tidak berhasil.
Akhirnya dia bilang, well, life must go on, the show must go on. Akhirnya
persekutuan terus berjalan dan untunglah, sang domba tersesat ditampung oleh
persekutuan lain.
Waktu itu, saya bilang terang-terangan bahwa saya tidak
setuju sikap sang pemimpin tadi. “Untung Tuhan Yesus itu gembala yang baik,
bukan manajer yang baik” celetuk saya. “Kalau Dia manajer yang baik, maka
FirmanNya menjadi: Akulah jalan kebenaran dan hidup, yang tidak mau melewati
Aku, silakan cari kerja di tempat lain!” kata saya sambil cekikikan. Dan, ada
sambungannya! “Gembala yang baik itu mencari itu meninggalkan 99 ekor domba
demi mencari 1 yang hilang. Kalau dalam manajemen, satu yang hilang atau tidak
mau ikut, bisa dipersilakan resign saja segera biar diganti domba yang baru!”
Betul sekali bukan? Kita sangat beruntung bahwa Tuhan Yesus
berfirman bahwa Ia adalah gembala yang baik. Coba kalau Ia bersabda, Ia adalah
manajer yang baik! Mungkin kita sudah dipecat karena lebih dari tiga kali
berdosa (dengan surat SP3), atau karena kita bukan team-player, atau karena
kita tidak bisa ikut dengan yang lain. Hanya seorang gembala, yang memimpin tim
domba-domba bodoh, yang cukup sabar untuk mencari domba yang hilang, menarik
domba yang kabur, atau membujuk domba yang stress supaya tidak terjun bunuh
diri ke jurang. Untunglah Tuhan Yesus gembala yang baik!
Saudaraku, itulah yang paling sulit: mengalahkan ego kita
sendiri. Mengalahkan ego, adalah prinsip
dari seorang gembala. Pernah memelihara anjing atau kucing? Pernah setengah
mati manggil2, atau membujuk dengan muka lucu, agar anjing dan kucing kita mau
makan? Nah, itulah sebenarnya kegiatan mengalahkan ego yang indah. Betapa kita
sebagai manusia yang canggih, mau nunduk2 pada si Bleki, supaya dia makan –
bukannya bunuh saja si Bleki dan beli anjing baru. Ironisnya, yang mudah bagi
anjing dan kucing, ternyata sulit diterapkan untuk manusia!
Rasa ego yang begitu tinggi, kadang-kadang adalah hal
tersulit yang harus dilampaui untuk menjadi seorang gembala yang baik. Inilah
tantangan bagi setiap pemimpin Kristiani, baik dalam organisasi besar maupun
persekutuan kecil. Bagaimana kita bisa meniru Tuhan kita – yang diam ketika
diludahi, meram ketika dicambuk, dan bahkan menempelkan kembali telinga
penjahat yang akan mendzalimiNya. Ketika kita mengalahkan ego kita, kita
memenangkan kasih Kristus.
Jakarta, 7 Februari 2014