“Segera Yesus mengulurkan tangan-Nya, memegang dia dan
berkata: ‘Hai orang yang kurang percaya, mengapa engkau bimbang?’”
Matius 14:31
Perikop: Matius 14:22-33
Saya sudah berkali-kali membaca mengenai peristiwa ini. Ya,
Yesus berjalan diatas air mendapati para murid yang ada di kapal. Ya, lalu
Petrus mencoba berjalan juga tapi gagal. Namun, beberapa bulan lalu ketika saya
membaca ayat ini sebelum tidur, tiba-tiba ada sesuatu yang menggelitik di dalam
hati. Kisah ini, rupanya sangat indah, dan yang paling indah bukan mukjijatnya –
melainkan reaksi Tuhan Yesus ketika menolong Petrus.
Jadi kisahnya begini: sesudah memberi makan lima ribu orang,
para murid sudah berangkat terlebih dahulu dengan perahu ke tengah danau
Galilea dan bermalam di perahu. Tuhan Yesus, setelah memberi makan lima ribu
orang di sore harinya, mungkin merasa ingin menyepi dulu. Ia naik ke atas bukit
dan berdoa. Kira-kira pada jam tiga pagi, Tuhan Yesus menyusul para murid-Nya
di kapal. Tidak, Ia tidak naik getek, tapi Ia berjalan diatas air!
Selama ini, jika mendengar ‘Tuhan Yesus berjalan diatas air’,
saya selalu membayangkan airnya tenang. Ya, seperti kolam renang infinity pool di Hotel Padma Bandung,
dimana kita seolah merasa punya iman kuat dan melangkahkan kaki untuk menginjak
permukaan air yang tenang itu – dan langsung kecebur tentu saja. Itulah
bayangan saya: Tuhan Yesus melangkahkan kaki di permukaan Danau Galilea yang
tenang, seperti berjalan diatas kaca.
Tapi, ada satu gambar kalender yang membuat saya terhenyak.
Disitu digambarkan Tuhan Yesus berjalan diatas air danau yang sedang bergolak!
Ya, memang dicatat dalam Alkitab bahwa air sedang tidak tenang seperti infinity pool. Berarti, Tuhan Yesus
tidak ‘berjalan’ diatas air – karena kalau airnya bergolak kena angin maka Ia
harus lompat-lompat! Lebih tepatnya mungkin Ia ‘melayang’ diatas air danau yang
sedang menggelegak.
Para murid, yang meringkuk kedinginan sambil merem-melek di
dalam perahu yang digoncang angin, semua terbelalak heran. Jaman itu belum ada
lampu sorot! Ada satu sosok yang melayang diatas air. Hayyah! Hantu! Tuhan
Yesus mengetahui ketakutan mereka. Dalam ayat 27, Ia berteriak: “Tenanglah! Aku
ini, jangan takut!”
Petrus, murid-Nya
yang paling berani, lalu merasa tertantang. Bisakah Petrus juga berjalan diatas
air? Keren kan, bisa melalui danau tanpa harus mengantri naik perahu? Iapun
menantang Tuhan Yesus. Tuhan, saya cuma manusia biasa, katanya. Bisakah saya –
manusia – berjalan diatas air seperti Tuhan Yesus? Kalau Tuhan Yesus memang
benar-benar manusia, dan saya juga manusia, mustinya saya bisa juga kan?
Mungkin Petrus berpikir, paling-paling Tuhan Yesus akan menjawab dengan
perumpamaan panjang yang menjelaskan bahwa tidak mungkin manusia biasa seperti
Petrus bisa jalan di atas air.
Diluar dugaan Petrus, Tuhan Yesus tersenyum dan menjawab: “Oke
– datanglah kesini!”. Waduh! Petrus mengernyitkan dahi. Apakah saya bisa? Saya
kan manusia biasa? Ia mencoba menjejakkan kaki ke air. Ingat, ini angin sakal.
Angin yang berlawanan arah dengan perahunya, sehingga perahu terombang ambing.
Eh, pas kaki Petrus menginjak air, lho kok keras seperti lantai. Hore! Petrus
bisa! Ia lalu mulai melangkah menuju Yesus. Hebat! Aku bisa! Bisa berjalan diatas
air! Seperti Yesus!
Namun, ketika kapal semakin jauh dan tidak terjangkau lagi
oleh tangan, sementara angin bertiup semakin kencang, Petrus mulai gamang. Wah,
ngeri juga nih – seperti berjalan diatas tali! Harus menginjak yang mana? Satu
langkah lagi, dan lagi. Haduh, Tuhan Yesus kok jauh amat ya! Masih kira-kira 5
langkah lagi! Dan, air memercik ke kaki Petrus. Aduh! Basah nih! Tenggelam! Dan
iapun mulai terperosok tenggelam!
Petrus pasti panik! Sepanik jika kita diceburkan ke kolam
renang oleh teman-teman waktu ulang tahun. Air memang bisa membuat panik.
Walaupun kita bisa berenang, tetap saja kecebur air itu bikin kaget. Pernahkah
kita mengalami hal ini? Waktu kecil belajar berenang dulu, ketika kita mulai
tenggelam. Ketika kita mulai minum air dan hidung terasa sakit. Ingatkah kita,
apa yang kemudian terjadi?
Ya! Ada tangan yang menolong kita. Tangan ayah kita, yang
mengangkat kita dari air, atau tangan guru renang yang menolong kita. Persis seperti
Petrus – ada tangan yang tiba-tiba menolongnya. Rupanya, Tuhan Yesus buru-buru
lari dan mengulurkan tangan-Nya untuk Petrus. “Pet, hayyah kamu sih, kok gak
percaya amat” kata Yesus. Sama seperti suara ayah kita, yang lembut berkata: “Kamu
sih, sudah papi bilang kakinya harus gerak supaya nggak tenggelam”. Jantung
kita berdetak kencang, namun terasa aman karena tubuh kita dipegang oleh ayah.
Untuk Petrus, yang sekarang terengah-engah, tangan Tuhan Yesus yang
memegangnya. Bukan cuma itu: Tuhan Yesus menggendong Petrus sampai naik ke
perahu lagi.
Buat saya, yang membuat kisah ini luar biasa bukan hanya
mukjijatnya, tetapi bagaimana Tuhan Yesus bereaksi atas permintaan Petrus.
Ingat bahwa Petrus adalah manusia biasa, sama seperti Anda dan saya. Imannya
tentu saja lemah. Ia tidak bakalan bisa berjalan di atas air, karena imannya
jauh dibawah Tuhan Yesus. Namun, Petrus berani mencoba! Ia berani bangkit dan
berteriak: “Tuhan Yesus! Bisakah saya seperti Tuhan Yesus?”. Dari 12 murid yang
ada di perahu, hanya Petrus yang berani begini.
Jaman sekarang, ada sekelompok orang di gereja yang termasuk
‘kristen skeptis’. Maksudnya apa? Mereka beriman, tetapi skeptis. Setelah
selesai membahas Alkitab, maka mereka berkata: “Ya, tapi itu kan Tuhan Yesus,
saya kan bukan Tuhan Yesus. Mana bisa saya melakukan semua itu? Mana bisa saya
jujur terus? Ya sudah lah, korupsi sedikit tidak apa-apa. Toh Ia akan mengerti
kelemahan kita!” Nah, memang males ngomong sama orang seperti ini ya! Soalnya,
ia memisahkan antara ‘Yesus’ dan dirinya. Itu ‘Yesus’, ini saya. Jangan
disamain dong, saya kan bukan Anak Allah. Padahal, untuk apa Yesus memberikan
teladan dalam Alkitab? Ya, supaya kita mengikutinya! Tidak ada alasan bahwa
kita tidak bakalan bisa seperti Yesus. Kalau Yesus bisa 20 langkah, kita bisa 2
langkah saja sudah lumayan bukan?
Kalau kita mau mencoba, walaupun akan gagal, pasti Tuhan
Yesus juga akan senang. Seperti orang tua yang bangga melihat anaknya mau
mencoba belajar berjalan, walaupun mereka tahu bahwa sang anak pasti
tersandung. Tapi sang anak tidak menyerah, terus mencoba berjalan. Kita sebagai
orang tuanya merasa bangga, bukan? Itulah sebabnya, ketika Petrus mengajukan
diri untuk berjalan diatas air, Tuhan Yesus tidak berkata: “Hush, Petrus kau
jangan macam-macam. Ini urusan Anak Allah!” atau, Ia bersabda: “Petrus,
silahkan coba, kalau imanmu kuat. Silahkan, ayo kesini!” kata-Nya sampai melipat
tangan dan tersenyum sinis, dan berpikir: “Hehehe, pengen liat Petrus basah
kuyup nih!”
Mengapa saya tahu bahwa Tuhan Yesus tidak tersenyum sinis?
Lewat reaksi-Nya ketika Petrus tenggelam.
Alkisah, Petrus tenggelam. Wajar bukan? Dan untuk Petrus,
ini bukan pertama kalinya ia tenggelam. Petrus itu nelayan lho! Pasti ia bisa
berenang (kalau petani belum tentu). Yohanes 21:7 pun mencatat bahwa Petrus
bisa berenang. Jadi, sebenarnya, jika eksperimen ini gagal, Petrus bisa saja
berenang kembali ke perahu. Iya kan? Apa susahnya? Paling sial, Petrus akan
basah kuyup. Itu saja!
Tuhan Yesus, bisa saja bersabda: “Wahai Petrus, udah
dibilangin imannya harus kuat. Kalau iman kamu memang cuma segitu, berenang
sono balik ke kapal!” Alkitab tidak mencatat sejauh mana Petrus berjalan, tapi rasanya
belum terlalu jauh. Tebakan saya, paling baru beberapa langkah. Wajar kan kalau
Petrus berenang? Tuhan Yesus kemudian berjalan ke perahu, lalu dengan baju
kering melihat Petrus yang basah kuyup dan berkata: “Kamu manusia beriman
lemah, jangan sekali-kali sok-sokan mau bermukjijat! Gak bakalan bisa!”....
Itukah yang terjadi?
Sama sekali tidak! Dan inilah yang membuat peristiwa ini
begitu indah. Tuhan Yesus sama sekali tidak memarahi Petrus. Tebakan saya juga,
jarak Tuhan Yesus agak jauh dari perahu dibanding Petrus – karena kalau sudah
dekat Tuhan Yesus pasti Petrus berani. Alasan Petrus takut adalah, perahu sudah
tidak bisa diraih tangan, dan Tuhan Yesus masih jauh! Tapi mereka masih bisa
saling mendengar jika berbicara – maka anggaplah, jarak Tuhan Yesus dari Petrus
adalah 5 meter atau 5 langkah kira-kira.
Ketika Petrus mulai tenggelam,
Tuhan Yesus pasti melihatnya. Bayangkan bahwa untuk menolong Petrus, Tuhan
Yesus harus lari beberapa langkah, dan mengulurkan tangan-Nya memegang Petrus!
Bayangkan, Ia harus begitu repot. Dan coba kita pikirkan: jarak perahu dari
tepi danau waktu itu beberapa mil jauhnya. Satu mil adalah 1,6 km, kalau yang
dimaksud adalah mil laut (nautical mile),
maka satu mil laut adalah 1,852 km! Beberapa mil berarti kira-kira 3-5
kilometer dari tepi danau. Bayangkan, Tuhan Yesus sudah berjalan diatas air
kira-kira 3-5 kilometer, atau kalau dijalankan dengan kecepatan biasa, kira-kira
30 menit berjalan kaki. Jauh juga lho! Mengapa Tuhan Yesus kok harus berjalan
diatas air? Ia kan bisa berenang? Ya, tapi berenang capek, dan pasti basah
kuyup. Jaman itu tidak ada kantung kresek! Mungkin, Tuhan Yesus ingin ke perahu
tanpa berenang atau basah kuyup.
Sekarang, apa yang terjadi? Gara-gara
Petrus, Ia harus mengulurkan tangan-Nya! Petrus sudah mulai kecebur, ia pasti
sudah basah. Gara-gara menolong Petrus, Tuhan Yesus jadi basah juga! Apalagi
Alkitab mencatat bahwa Ia tidak hanya mengulurkan tangan-Nya, tetapi naik ke
perahu bersama Petrus. Ia mungkin menggendong atau merangkul Petrus yang sekarang
ngos-ngosan ketakutan. Bisa saja Ia membuat Petrus melayang seperti
telekinesis, bisa saja Ia menyuruh malaikat menolong Petrus. Tetapi... tidak!
Ia mengulurkan tangan-Nya – dan jadi basah – untuk menarik Petrus dari air.
Hanya satu komentar-Nya: “Hai orang yang kurang percaya, mengapa engkau
bimbang?” Seperti ayah kita: “Sudah papi bilang, kakinya digerakkan biar nggak
tenggelam”. Dan hati kita terasa teduh.
Pelajaran apa yang bisa kita dapat
dari peristiwa ini?
1.
JANGAN TAKUT UNTUK MENCOBA.
Iman kita lemah, kita semua tahu. Tapi, jangan takut untuk mencoba! Dari
12 murid di perahu, hanya Petrus yang berani mencoba berjalan diatas air. Ya,
akhirnya ia tenggelam. Tapi, bukankah akhirnya Tuhan Yesus juga menolong dia?
Bukankah hanya Petrus yang merasakan uluran tangan Tuhan Yesus sendiri? Hanya
Petrus yang mengalami pengalaman iman luar biasa, sementara yang lain hanya
nonton dari perahu? Ya. Jangan takut untuk mencoba, selemah apapun iman Anda.
2.
IA YANG MEMANGGIL, IA YANG MENOLONG.
Bukankah Tuhan Yesus yang berkata kepada Petrus: “Datanglah!”? Walaupun
iman Petrus lemah, walaupun Ia tahu Petrus pasti tenggelam. Tetapi, Ia toh
tetap memanggil Petrus dan memintanya untuk mencoba, walaupun pada akhirnya
Petrus akan membuat Tuhan Yesus repot dan bahkan basah juga. Jadi, jangan
kuatir. Jika Ia sudah berkata: “Datanglah!” Maka Anda harus datang. Ambil
langkah iman itu, mulailah berjalan diatas air. Jangan kuatir! Sejak itu, mata
Tuhan Yesus senantiasa menyertai Anda, dan tangan-Nya siap terulur untuk Anda.
3.
IA RELA REPOT UNTUK KITA.
Dalam kisah ini, Petrus toh bisa berenang. Tuhan Yesus, sesudah berjalan
30 menit diatas air, tidak perlu repot-repot mengulurkan tangan-Nya bukan? Ia
tidak perlu basah untuk Petrus, toh paling-paling Petrus hanya basah kuyup
saja. Ini bukan soal hidup mati. Nggak penting-penting amat Tuhan Yesus
mengulurkan tanganNya. Tapi, toh Ia lakukan. Kasih-Nya luar biasa bukan? Ia
rela repot mengulurkan tangan-Nya. Ia mau repot tergopoh-gopoh menghampiri
Petrus, lalu mengulurkan tangan-Nya. Tangan-Nya sendiri yang Ia ulurkan, bukan
tangan malaikat. Ya! Ia rela repot, rela basah, rela lari tergopoh-gopoh, rela
mengulurkan tangan-Nya, hanya untuk melindungi Petrus dari basah kuyup. Apalagi
untuk pertaruhan yang lebih penting? KasihNya luar biasa!
4.
TUHAN TIDAK MAU KITA SKEPTIS!
Terakhir,
kembali mengenai skeptis tadi. Kalau kita punya karyawan atau anak yang
melakukan kesalahan, cobalah melakukan cross
check antara sikap kita dan Tuhan Yesus. Jika anak yang melakukan
kesalahan, apa tindakan kita? “Kamu sih, bla bla bla!!!”. Karyawan apa lagi.
Tapi coba lihat Tuhan Yesus! Ia hanya berkomentar dengan bertanya, mengapa kok
iman Petrus lemah. Ia tidak mengomeli Petrus: “Hai kamu ular beludak! Gara-gara
kamu saya basah juga!” Tidak bukan? Ia tidak menghardik Petrus, kesal karena
kelemahan muridnya. Ia penuh kasih menghadapi ‘kesalahan’ Petrus. Untuk itu,
janganlah kita skeptis!
Akhir kata, Tuhan ingin kita
mencoba, bukan karena Ia ingin kita gagal. Ia ingin kita mencoba, supaya kita
dapat merasakan uluran tangan-Nya, dan merasakan kasih-Nya yang tiada tara.
Jadi, jika Ia sudah berkata: “Datanglah!” maka, yuk datang segera. Langkahkan
kaki Anda ke atas air. Niscaya, mukjijat akan terjadi!
Jakarta, 29 Juli 2014