“Tetapi berfirmanlah Tuhan kepada Samuel: ‘Janganlah pandang parasnya atau perawakannya yang tinggi, sebab Aku telah menolaknya. Bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah; manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi Tuhan melihat hati’”
1 Samuel 16:7
Persahabatan bagai kepompong
Mengubah ulat menjadi kupu-kupu
Lirik lagu ’Kepompong’
Khotbah pagi ini di GKI Cikarang, diluar dugaan, sangat berkesan buat saya. Pendeta yang berkhotbah adalah Pdt. Emiritus Suatami S. Beliau sudah cukup berumur, sehingga jika beliau berbicara, seperti mendengarkan petuah dari nenek sendiri! Alih-alih memulai khotbah dengan teori canggih atau perumpamaan yang mutakhir, Ibu Pendeta Suatami memulai khotbahnya dengan sangat sederhana. ”Apakah Anda pernah melihat kecebong? Atau ulet?” tanyanya, disambut tawa jemaat karena logat Sunda-nya yang kental membuat kata ’kecebong’ dan ’ulet’ menjadi lucu. Apa hubungannya kecebong dan ulat dengan kisah pengurapan Daud?
Rupanya, beliau dengan cerdas menggunakan perumpamaan sederhana ini untuk melukiskan, betapa yang Tuhan lihat tidak sama dengan yang dilihat manusia. Kita bisa bayangkan, ratusan tahun lalu, ketika ilmu pengetahuan belum semaju sekarang, pastilah asal-usul kupu-kupu yang cantik menjadi misteri. Tidak ada telur yang menetas jadi kupu-kupu, bukan? Sementara ulat, tidak ditemukan bangkainya. Ulat memiliki masa hidup yang singkat kemudian lenyap, sementara kupu-kupu mendadak muncul Demikian pula kecebong, yang kelak berubah bentuk menjadi katak. Jika kita melihat katak, apakah terbayang bahwa dulunya sang katak adalah kecebong? Atau kupu-kupu dulunya adalah ulat? Bahkan sampai sekarang pun para ahli biologi masih memperdebatkan tentang apa yang sebenarnya terjadi dalam kepompong.
Kadang-kadang - seperti keadaan saya saat ini - manusia merasa bahwa hidupnya sedang benar-benar berada dalam titik nadir. Segalanya serba sulit, masalah menghadang dari mana-mana. Nampaknya begitu sesak dada ini, sampai-sampai kita malas untuk bangun pagi karena muak dengan apa yang akan terjadi berikutnya - apakah itu tekanan dari kantor, kondisi keluarga yang carut-marut, atau keadaan stagnasi tanpa jalan keluar. Hidup ini rasanya begitu berat, dan kemudian kita bertanya dalam hati - dimana Tuhan? Apa yang Tuhan lakukan? Doa demi doa berlalu, kebaktian demi kebaktian diikuti, namun hasilnya nihil. Kita masih terjebak dalam lumpur yang sama, sehingga hati kita seolah tumpul. Doa menjadi hanya di mulut saja, dan kebaktian menjadi kewajiban saja. Suram bukan?
Sesuram apa kira-kira? Ya, sesuram kepompong! Dibandingkan ulat sekalipun, kepompong adalah bentuk yang jelek. Suram, kotor, menempel disana-sini, tidak bisa melarikan diri ketika diserang binatang lain. Betapa besar resiko yang ditempuh sang ulat ketika berada dalam kepompong ini! Tapi, toh yang akan keluar dari kepompong itu adalah kupu-kupu yang cantik! Yang akan muncul dari kecebong yang hitam, kecil, dan jelek itu, adalah seekor katak yang jauh lebih besar dan kuat! Demikianlah juga kehidupan kita. Sejelek apapun bentuknya sebuah kepompong atau kecebong, namun hasil yang indah adalah pasti, seindah setiap taburan warna pada sayap kupu-kupu. Memang sulit bagi kita manusia untuk membayangkannya, tapi, adalah fakta, bahwa setiap kepompong akan berakhir dengan kupu-kupu!
Lalu, dimana Tuhan, pada saat ini? Ya - Ia sedang bekerja. Ia sedang mengadakan rapat dengan para deputiNya di Sorga, meneliti data-data statistik dan analisis perilaku kita dan orang sekitar kita. Ia sedang berstrategi dengan malaikat pelindung kita, menyusun rancangan yang pada akhirnya indah. Memang, pekerjaanNya misterius, semisterius proses yang terjadi dalam kepompong. Namun, percayalah, bahwa proses itu ada! Proses itu sedang berjalan, Anda dan saya, sedang diubah olehNya. Pada akhirnya nanti, keindahan kupu-kupu-lah yang menanti kita. Jadi, jangan pesimis dan tenggelam dalam depresi. Bersabarlah, karena cepat atau lambat, kupu-kupu kebahagiaan akan menjadi milik kita! Dan hasilnya akan begitu indah, sampai tidak akan terbayangkan oleh kita saat ini. Haleluya, puji Tuhan!
Amin
No comments:
Post a Comment