Wednesday, November 10, 2010

Percaya: Antara 'Trust' dan 'Belief'

“Apa saja yang kamu minta dan doakan, percayalah bahwa kamu telah menerimanya, maka hal itu akan diberikan kepadamu”
Markus 11:24

Percaya adalah kata sifat. Kepercayaan adalah kata benda. Percaya dalam bahasa Indonesia bisa memiliki dua padanan kata dalam bahasa Inggris, yakni ‘belief’ dan ‘trust’. Kedua kata ini hampir serupa, tetapi memiliki konotasi yang sedikit berbeda. Kata ‘trust’ lebih banyak memiliki konotasi teknis, ‘Trust’ misalnya adalah kata yang berarti sebuah bank atau korporasi. Dalam bisnis, kata ‘trust’ lebih banyak digunakan untuk menjelaskan kepercayaan yang timbul dalam sebuah relasi bisnis. Misalnya, ‘Earning the customer’s trust’, yang artinya mencapai atau mendapatkan kepercayaan pelanggan, atau ‘A name to be trusted’, yang artinya nama (produk) yang bisa dipercaya.

Kata ‘trust’ atau ‘vertrauen’ dalam bahasa Jerman, melukiskan suatu sifat percaya, tetapi yang bersifat imbal-balik. Kepercayaan pelanggan, misalnya, dapat diperoleh jika produsen tidak mengecewakan pelanggan, bukan? Begitu pula hubungan saling percaya antar relasi bisnis, yang bisa diperoleh dengan imbal balik. Kalau yang satu menipu atau tidak jujur, tidak akan terjadi ‘trust’ antara keduanya. Jadi, ‘trust’ hanya bisa diperoleh melalui hubungan imbal balik.

Kata ‘belief’, memiliki konotasi yang berbeda. Kata ini lebih sering digunakan untuk melukiskan hubungan antara manusia dengan Tuhan. Kata ini, ‘glaube’ dalam bahasa Jerman, memiliki konotasi yang lebih pribadi, lebih personal. Agama dalam bahasa Jerman disebut ‘Glaube’ saja, sementara dalam bahasa Inggris percaya Tuhan lebih sering disebut sebagai ‘belief in God’. Dalam hubungan antar manusia, kata ini juga bersifat lebih personal. Misalnya, beda antara ‘I believe you’ dan ‘I trust you’ memiliki konotasi yang amat berbeda. ‘I belief you’ artinya saya percaya apa yang kamu katakana atau lakukan. Sementara ‘I trust you’ memiliki imbal balik: bahwa saya percaya kamu akan melakukan sesuatu. ‘Trust’ bisa hilang jika yang bersangkutan tidak melakukan yang dijanjikan, sementara ‘belief’ lebih kepada percaya bahwa yang dikatakan atau dilakukan adalah benar.

Dalam bahasa Indonesia, karena hanya ada satu kata ‘percaya’, orang seringkali tidak bisa membedakan antara ‘belief’ dengan ‘trust’. Apalagi kalau menyangkut hubungan manusia dengan Tuhan, maka kita sering mencampur-adukkan bahwa selain kita percaya, kita juga ‘menuntut’ Tuhan melakukan sesuatu.. Seolah-olah Tuhan adalah partner bisnis kita, yang bisa kita percayai jika apa yang kita minta benar-benar terjadi. Padahal, Tuhan sudah mengirimkan AnakNya yang tunggal untuk menyelamatkan kita. RencanaNya lebih besar dari rencana kita. Apakah kita masih perlu bukti?

Lalu bagaimana dengan ayat yang menantang ini? Apa saja yang kita minta dan doakan, katanya, akan diberikan kepada kita, kalau kita percaya. Padahal, apakah ini mungkin? Mungkinkah kita berdoa pada Tuhan, meminta mobil BMW atau Mercedes, memohon supaya kita bisa menikah dengan Happy Salma, apakah itu akan terjadi? Tentu tidak – kecuali Anda adalah putra Raja Ubud, maka paling tidak yang terakhir bisa tercapai. Lalu apa maksudnya ayat ini, mengapa Tuhan Yesus begitu lantang mengucapkannya?

Percaya disini buat ‘trust’, tetapi lebih pada ‘belief’, seperti pada terjemahan bahasa Inggrisnya. Artinya, percaya yang berkonotasi lebih kepada percaya tanpa mengharapkan imbal balik. Percaya tanpa mengetahui, apakah pihak yang lainnya akan membalas. Percaya tanpa surat kontrak (‘trust’ dalam bisnis seringkali dikawal oleh selembar surat kontrak). Percaya, seperti kita percaya bahwa curhat sahabat kita adalah benar dan tidak bohong. Percaya, seperti kita percaya air mata ibu kita, atau air mata istri kita, adalah sungguhan dan bukan bohong. Inilah sikap yang menyertai sebagian besar mukjijat yang dilakukan oleh Tuhan Yesus: baik tentara romawi yang anaknya kemudian hidup kembali, atau wanita yang mengalami pendarahan. Percaya padahal belum kenal Tuhan Yesus, apalagi memegang surah kontrak. Percaya, padahal nampaknya sudah tidak ada harapan. Percaya, yang tidak hanya dalam pikiran, juga melainkan dalam sebuah sikap penyerahan diri. Bahwa partner kita, tidak akan mengecewakan kita. Bahwa Ia, setia!

Amin.

No comments: