Wednesday, December 15, 2010

Gembala dan Raja

“Terdengarlah suara di Rama, tangis dan ratap yang amat sedih; Rahel menangisi anak-anaknya dan ia tidak mau dihibur, sebab mereka tidak ada lagi.”
Matius 2:18

Kisah kelahiran Yesus Kristus menjadi pusat perhatian setiap kali hari Natal tiba. Sejak kita kecil, kisah kelahiran Kristus selalu menarik karena dibuat sandiwara setiap tahunnya, dan setiap kita akan dapat bagian: apakah diberi kumis dengan pensil alis dan menjadi Yusuf, atau untuk anak perempuan, jika cukup beruntung, bisa memerankan Maria sebagai aktris utama, lengkap dengan tudung kepala dan jubah panjang pastinya. Saya sendiri paling mentok hanya sebagai gembala, yang dicoreng mukanya juga karena konon gembala pada saat itu bercambang dan berjanggut. Saya malah pernah menjadi keledainya, pengalaman yang cukup menyenangkan karena saya ingat kostumnya yang lucu.

Kebanyakan kita sudah hapal ceritanya: sebuah bintang di langit, lalu ada kandang yang sederhana. Maria dan Yusuf duduk disana, dengan bayi Yesus di atas palungan. Ada keledai dan domba, kemudian tiga raja dari Timur (yang ini paling bagus kostumnya, selalu mengenakan mahkota dari kertas emas atau perak), gembala dengan tongkap yang panjang, nampak duduk di sisi menyaksikan Keluarga Kudus. Dekorasi kandang biasanya dari kayu, atau Styrofoam yang dicat coklat dengan Pilox, beserta rumput-rumput untuk menambah suasana kandang.

Sebenarnya, sangat ironis bukan? Sang Mesias, Sang Raja, justru hadir dengan begitu sederhana. Hanya ada tiga unsur yang menyambutNya: Tiga Raja dari Timur yang notabene bukan orang Israel sehingga terhitung kafir, gembala yang merupakan kasta terendah dari masyarakat Yahudi, serta hewan-hewan di kandang yang menyaksikan semuanya dengan seksama. Sementara, di Yerusalem, Raja Herodes, yang seharusnya bersuka cita menyambut Mesias, malah murka dan membunuh semua anak berumur dibawah 2 tahun di Bethlehem.

Walaupun kisah ini diyakini betul-betul terjadi, namun makna filosofisnya sangat luar biasa. Injil Matius dengan runut dan rinci menjelaskan begitu banyak nubuatan yang dipenuhi dengan kelahiran Tuhan Yesus yang sederhana, dari mulai lokasi kelahiran di Bethlehem sampai peristiwa pembunuhan anak-anak oleh Herodes. Adanya bintang Timur yang ditulis dalam Alkitab bisa dirunut waktunya secara astronomis. Bahkan catatan Lukas bahwa kelahiran Tuhan Yesus adalah bersamaan dengan diumumkannya sensus oleh Kaisar Agustus dari Roma, menempatkan kelahiran Tuhan Yesus pada sebuah titik dalam sejarah, bukan hanya sebuah legenda.

Jika direnungkan, kisah kelahiranNya ini secara tersirat juga melukiskan apa yang akan terjadi pada kehidupan Tuhan Yesus nantinya. Justru raja yang menyembahNya adalah raja dari Timur, yang merupakan orang asing, tidak tahu-menahu mengenai Hukum Taurat apalagi nubuatan para Nabi. Mereka hanya datang dengan iman, berdasarkan bintang yang mereka lihat di langit, namun begitu kuatnya iman ini sampai-sampai mereka rela berjalan ribuan kilometer mencari Sang Raja yang akan datang itu. Kenyataan ini seolah-olah sebuah kiasan mengenai fakta bahwa sekarang ini sebagian besat umat Kristen bukan berasal dari orang Yahudi.

Para gembala sendiri melambangkan golongan orang yang dibela Tuhan Yesus dan paling bersimpati padaNya: orang Yahudi kasta rendah, yang miskin dan sederhana. Banyak Nabi membela raja dan tinggal di istana, namun hanya Tuhan Yesus yang begitu lantang menentang dominasi kekuasaan dan malah berpihak kepada rakyat kecil. Bahkan pemungut cukai pun digandengNya, orang yang miskin justru disebutNya sebagai berbahagia. Untuk melambangkan inilah rupanya para malaikat mengabarkan kabar baik ini kepada para gembala di padang, yang kelak menyimbolkan keberpihakanNya pada yang lemah dan miskin.

Reaksi Herodes dan pemuka agama Yahudi juga persis seperti apa yang akan terjadi kemudian. Justru orang-orang yang paling ‘melek Taurat’, yang paling hapal luar kepala mengenai nubuatan para Nabi, yang seharusnya menyambut Mesias dengan suka cita dan tangan terbuka, justru menjadi musuh paling besar bagiNya. Karena, mereka sudah tidak lagi tulus dalam melaksanakan imannya, melainkan iman sudah berubah menjadi kepentingan, baik bisnis, uang, maupun politik, sehingga sudah tidak murni lagi tujuannya. Jadilah mereka yang seharusnya menjadi penghubung antara manusia dengan Tuhan, menyalahgunakan kekuasannya justru untuk memperkaya diri dan memeras yang miskin. Itulah sebabnya Tuhan Yesus dengan lantang menentang mereka, dan pertarungan dengan merekalah yang akhirnya mengantarNya sampai ke kayu salib.

Dengan mengingat kisah kelahiran Tuhan Yesus, kita mengingat kehidupanNya. Kisah kelahiran yang penuh makna, walaupun sungguh-sungguh terjadi. Pada Natal tahun ini, marilah meluangkan waktu untuk menyaksikan sandiwara kelahiran Tuhan Yesus, untuk mengingatkan kita pada kelahiran dan kehidupanNya, serta sebagai nostalgia masa lalu ketika kita masih membungkuk dalam kostum keledai, menghadap ke bayi Yesus yang nampak terbaring lelap diatas palungan.

No comments: