Lalu Ia mengambil roti, mengucap syukur, memecah-mecahkannya dan memberikannya kepada mereka, kataNya, ”Inilah tubuhKu yang diserahkan bagi kamu, perbuatlah ini menjadi peringatan akan Aku.”
Lukas 22:19
Natal 2007 dan tahun baru 2008 terasa sangat sulit dilalui bagi keluarga kami. Maklum, kami baru saja kehilangan adik saya tercinta Erina Natania yang meninggal dalam tugas tanggal 15 Juli 2007. Sejak jauh-jauh hari saya sudah menyiapkan tiket pesawat agar kami sekeluarga pergi keluar kota, sekedar untuk memudahkan melalui Natal tanpa Erina. Kamipun kemudian berkeliling Jawa Tengah, dan secara umum perjalanan berlangsung sangat mengasyikkan.
Namun, ada satu hal yang tetap berbeda. Tidak satupun dari kami yang ke gereja pada hari Natal! Saya sendiri sempat mencoba untuk mengajak keluarga ke gereja pada tanggal 25 Desember. Namun, terus terang, saya takut untuk ke gereja. Bagaimana tidak? Menyanyikan lagu-lagu Natal dan duduk bersama di gereja, tanpa Erina, akan terasa sangat menyakitkan. Apalagi, Erina-lah yang biasanya paling rajin ke gereja (walaupun terlambat bangunnya), dan ialah yang paling semangat jika bernyanyi. Lagipula, sebagai manusia, tidak ada dari kami, termasuk saya, yang luput dari perasaan menyalahkan Tuhan. Mengapa Tuhan justru ‚mengambil’ Erina? Mengapa orang lain, melainkan Erina? Dengan demikian, menghadap wajah Tuhan - yang mengambil Erina - menjadi sulit kami lakukan.
Baru hari ini saya ke gereja lagi, tanggal 6 Januari 2008. Kebetulan, saya ada di Cikarang, dan hati itu adalah Perjamuan Kudus. Biasanya saya sudah hopeless jika ke gereja Cikarang, karena khotbahnya yang selalu sangat (bahkan terlalu) sederhana. Apakah dalam kondisi seperti ini, dalam kondisi iman dan jiwa yang sedang babak belur, hanya ke gereja Cikarang bisa memberikan kesejukan? Mungkin inilah yang dirasakan keluarga saya, sampai-sampai kami menjadi jarang ke gereja. Terus terang, saya kemudian nyaris tertidur waktu khotbah. Sayup-sayup terdengar suara Pak Pendeta yang menguraikan secara teoritis mengenai tema khotbah hari ini. Saya kembali putus asa, dan berharap proses liturgi ini cepat selesai, ketika roti perjamuan dibagikan.
Seperti biasa, potongan roti susu yang berbentuk persegi itu saya pegang di tangan saya. Lalu sayapun memandang roti itu, namun ada sesuatu yang lain di hati saya. Demikian juga gelas kecil anggur, yang berwarna merah gelap, seperti darah Erina yang masih menempel di handphone-nya ketika kami menerimanya. Daging seperti milik Erina, ketika kami melihat ia terbaring di dalam petinya. Inilah yang disebut darah dan daging - kematian! Inilah yang disebut memakan daging dan meminum darah - pengorbanan! Seperti Erina yang rela menyabung nyawa demi tugasnya disana.
Sebelumnya, walaupun kami bertahun-tahun ke gereja, bertahun-tahun aktif di kegiatan gereja, kata-kata seperti ‘kematian’, ‘pengorbanan’, ‘daging’, dan ‘darah’ seringkali terngiang-ngiang di telinga, namun buat saya itu sama saja seperti bom yang meledak di Irak. Saya lihat gambarnya, namun tahukah saya arti bom yang meledak itu? Betapa bergetar hati waktu mendengarnya? Betapa ngeri kejadian sesudahnya? Tidak. Bom ya bom, kita bisa ikut sedih atau prihatin, tapi toh itu sebuah kejadian yang jauh dari kita, jauh dari keseharian kita. Sangat mudah untuk berkata: Oh, mengerikan ya? Oh, menyedihkan ya? - Namun akan terasa berbeda kalau kita mengalaminya sendiri. Jadi, selama ini, saya tidak mengerti arti pengorbanan, darah, dan daging. Bahkan arti kematian pun tidak saya mengerti - lalu bagaimana saya bisa mengerti soal kebangkitan, kalau mati saja tidak paham?
Saya lalu seperti tersadarkan diri. Inilah rasa asam cuka dari kematian, yang sedang saya alami sekarang, yang dicucukkan ke mulut Tuhan Yesus 2000 tahun yang lalu. Kematian yang diakibatkan oleh sikap pengorbanan dan kepahlawanan, yang dibuktikan dengan penghargaan negara yang begitu besar terhadap Erina. Inilah pahit getir penderitaan akibat kematian! Inilah cawan yang disebut-sebut Tuhan Yesus harus diregukNya! Inilah sebabnya, Tuhan Yesus berpesan agar ritual perjamuan diulang untuk mengingatNya. Inilah sebabnya, dari berbagai macam denominasi Kristen, dari Ortodox Syria, Ethiopia, Katolik Roma, sampai GKI, hanya satu ritual yang tetap sama bentuknya: ritual Perjamuan Kudus! Mengapa Tuhan Yesus justru ingin murid-muridNya mengenang kematianNya, dan bukan kebangkitanNya? Bukankah sangat menyakitkan bagi para murid, setiap kali roti dibelah dan anggur dituang, tanpa kehadiran Sang Guru yang mereka cintai? Ya, karena lewat Perjamuan Kudus ini, Tuhan Yesus ingin agar kita mengerti mengenai kematian. Karena tanpa pengertian soal kematian, suatu hal yang mustahil untuk memahami kebangkitan.
Jadi, tahapan berikutnya adalah jelas: bangkit! Lagu KJ 424 yang berjudul „Yesus Menginginkan Daku“, yang dinyanyikan sebagai nyanyian pengutusan, justru menjadi pesan Tuhan Yesus yang luar biasa untuk saya. Bagaimana kita harus bersinar - menjadi cahaya yang menerangi bumi, dan menyebarkan cahaya itu seluas mungkin. Inilah kebangkitan! Cahaya tidak punya bentuk, bahkan fisikawan paling ahli pun sampai sekarang tidak bisa menentukan wujudnya - apakah cahaya adalah gelombang atau partikel. Cahaya adalah abstrak, namun ada. Cahaya bisa menerangi, menghangatkan, dan menyejukkan hati yang gundah dirundung banjir. Apakah syarat menjadi cahaya? Kematian! Karena cahaya tidak berbentuk, maka bentuk harus dimatikan terlebih dahulu. Bentuk, yang bagai enam sisi tembok penjara, jika dijebol akan membuat cahaya menjadi bebas, berlari dengan kecepatan tertinggi yang mungkin ada menurut Einstein.
Jadi, Erina sekarang sudah menjadi cahaya. Cahaya yang bersinar dalam hati kita, cahaya yang dirasakan oleh setiap orang yang mengenalnya semasa hidup. Cahaya yang mengandung tanggung jawab bagi kita yang menerimanya - bahwa kita juga harus meneruskannya. Bahwa dengan pengertian ini, dengan pemahaman ini, saya, kita, harus giat menyebarkan kabar baik ke semua orang. Kabar tentang kebangkitan sesudah kematian. Kabar tentang Tuhan Yesus, Sang Cahaya yang terus bersinar.
Shine on, Sister!
Harry Nazarudin
Embun pagi adalah kristalisasi hari. Uap, asap, debu, kabut, yang terakumulasi selama sehari penuh, akan mengalami transformasi akibat kondensasi dan sublimasi, menjadi embun pagi yang murni, suci, bersih. Demikian pula Firman Tuhan, sering tersamar dalam kotornya hari, namun selalu muncul kembali dalam bentuk murni di pagi hari. Asalkan kita rela luangkan waktu, bersihkan hati, biarkan Roh itu bekerja.
Tuesday, January 08, 2008
Berkenalan Dengan Pendeta Google Dot Com
Lihat, Aku mengutus kamu seperti domba ke tengah-tengah serigala, sebab itu hendaklah kamu cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati.
Matius 10:16
Saya pernah menghadiri sebuah kebaktian di dekat rumah saya. Liturgi berjalan seperti biasa, dengan beberapa lagu dan Pengakuan Iman Rasuli. Dan, tibalah saatnya untuk mendengarkan khotbah. Di dalam Kristen Protestan, khotbah atau Firman Tuhan menjadi pusat dari semua liturgi. Disinilah terjadi dialog antara Tuhan dengan manusia, dimana banyak orang bisa menatap wajah Yesus melalui kata-kata yang diilhami oleh Roh Kudus. Begitu pentingnya khotbah ini, sampai-sampai para anggota GKJJ (Gereja Kristen Jalan-Jalan - orang yang suka pindah-pindah gereja) biasanya memilih beribadah di tempat yang khotbahnya paling bagus. Jadi, wajar saja, kalau hati saya berdebar-debar ketika khotbah akan dimulai. Apa yang akan dikatakan Tuhan Yesus pada saya hari ini?
Dasar khotbah yang diberikan pada hari itu diambil dari Kisah Para Rasul 20:7-11. Cerita ini memang cukup aneh, menceritakan seorang pemuda bernama Eutikhus yang mengantuk lalu jatuh dari lantai atas ketika mendengarkan Rasul Paulus berkhotbah. Rasul Paulus lalu membangkitkan sang pemuda itu dari kematiannya (KIS 20:10). Wah, sebuah cerita mukjijat yang menakjubkan! Tapi, pelajaran apa yang bisa kita peroleh darinya? Memang tidak mudah, dan saya mengharapkan Pak Pendeta akan memberikn inspirasi yang baru di hari itu. „Jadi, Bapak dan Ibu sekalian...“ kata Pak Pendeta memulai khotbahnya. „Makanya, kalau mendengarkan khotbah, jangan sambil ngantuk ya! Nanti jatuh ke bawah dan mati sama seperti Eutikhus!“ kata beliau, disambut tawa hadirin. Masalahnya, Pak Pendeta tidak sedang melucu. Ia baru saja mengungkapkan inti khotbahnya.
Saya pulang, terus terang, dengan hati kesal. Masakan tidak ada makna lain selain ‚jangan ngantuk waktu berkhotbah’? Memang, ayat seperti ini tidak memiliki perintah atau ajaran tertentu yang tersurat. Karena penasaran, sayapun pulang ke rumah. Lewat internet Telkomnet yang murah tapi lambat bukan main, saya pun pergi ke www.google.com. Saya lalu memasukkan nama Eutychus, sang pemuda tadi, karena penasaran ingin mengetahui pemahaman teologis mengenai peristiwa kematiandan kebangkitannya.
Nama itu membawa saya ke website www.christiancourier.com. Ada sebuah artikel berjudul “The Case of Eutychus” oleh Wayne Jackson. Disana dibahas dengan sangat mendetail latar belakang teologis dari peristiwa tersebut. Bahkan sampai penyebutan ‚lampu’ (KIS 20:8) dijelaskan sebagai penekanan bahwa pertemuan kristiani tidak perlu dilakukan dalam gelap, seperti disyaratkan oleh beberapa aliran sesat pada waktu itu. Ternyata, peristiwa mati dan bangkitnya Eutikhus ini memiliki makna mendalam, yakni Paulus mendemonstrasikan kepada para tetua di Troas bahwa kematian bukanlah akhir dari segalanya, dan kuasa untuk melaluinya hanya ada pada Tuhan. Dan, itu baru satu website yang saya lihat. Dengan memasukkan nama Eutychus melalui Google, ada 65.700 website lain yang memuat nama tersebut. Sebuah gudang informasi yang luar biasa lengkap, tapi murah dan mudah dijangkau!
Hal yang sama juga terjadi di hari Minggu yang lain, dimana dibahas mengenai Khotbah Paulus di Athena, Kisah Para Rasul 17:22-32. Waktu itu Pak Pendeta lagi-lagi menjelaskan moral dan cerita yang bisa ditebaknya dari apa yang tersurat di Alkitab, betapa orang Yunani waktu itu adalah penyembah berhala, sehingga harus sehgera bertobat sebelum dihukum. Padahal, di dalam perikop ini disebutkan mengenai golongan Epikuros dan Stoa dan ‘Allah yang tidak dikenal’. Apakah maksud penulis Alkitab mencatat semua ini? Apakah hanya itu saja makna khotbah Paulus di Athena?
Sepulang dari gereja, saya lalu kembali ke www.google.com untuk mencari informasi. Ternyata, latar belakang sejarah yang bisa saya peroleh luar biasa banyaknya. Dengan memasukkan nama ‚Areopagus’, saya bisa memperoleh 231.000 halaman informasi. Lewat link ini pula saya bisa mengerti mengenai konsep ‚Allah yang tidak dikenal’, apa yang disebut golongan Epikuros dan Stoa (KIS 17:18 - untuk latihan, silakan masukkan kata-kata tersebut di Google dan lihatlah apa hasilnya!). Ternyata, khotbah Paulus di Athena sangatlah penting karena Paulus menantang ahli-ahli filsafat pada masa itu. Athena merupakan pusat intelektual dunia, tempat banyak orang cerdik cendekia berkumpul untuk mendiskusikan mengenai alam semesta dan konsep hidup. Bahkan nama-nama terkenal seperti Demokritos, penemu konsep atom, pernah singgah dan sekolah di Athena. Lalu, bagaimanakah seorang Paulus, yang tidak pernah sekolah, hanya berpendidikan seorang warganegara Roma, dengan konsep agama yang baru pula, bisa menantang para cerdik cendekia itu?
Dengan khotbah yang sangat singkat, Paulus ternyata memutarbalikkan pemahaman orang Yunani tentang alam semesta. Paulus menohok ke jantung kemunafikan filsafat Yunani - yang di satu sisi sangat menekankan konsep logika dan kebebasan berpikir, namun di sisi lain menganut paham polytheisme dan memiliki dewa-dewa yang begitu banyak dan tidak masuk akal. Bahkan sampai ada kuil yang ditujukan bagi ‚Dewa/Allah yang tidak dikenal’! Nah, konsep inilah yang digunakan Paulus untuk menjelaskan bahwa pastilah ada satu Zat, Sang Esa, yang berada di balik semua konsep alam semesta (KIS 17:24). Jadi, di tengah Majelis Areopagus Yunani, Kota Athena, yang merupakan jantung polytheisme, Paulus secara tajam dan ringkas berhasil memasukkan konsep monotheisme secara gamblang. Bukan main-main, sesudah khotbah Paulus, beberapa anggota Majelis Areopagus - seperti Dionysius - langsung menjadi percaya.
Hebat! Dan semuanya ini saya peroleh dalam petualangan saya ber-google dalam nama Tuhan. Dengan memasukkan kata kunci ‘Stoicism’ (bahasa Inggris dari golongan Stoa), saya mendapat 597.000 portal. Dengan kata kunci ‘Epicureanism’ (bahasa Inggris dari golongan Epikuros), saya bisa memperoleh 2.150.000 portal. Memang, isinya macam-macam - dari yang benar-benar berhubungan dengan Alkitab, sampai yang bertolak belakang. Namun, toh kita bisa mensortirnya dalam waktu singkat dan menemukan begitu banyak tafsir, latar belakang sejarah, dan artikel-artikel pendukung yang akan membuat pemahaman kita mengenai perikop tersebut lebih mendalam. Hanya butuh waktu beberapa menit dan beberapa ribu rupiah pulsa, namun informasi yang diperoleh begitu luar biasa, dibandingkan dengan membuka buku-buku tafsir yang tebal dan membingungkan. Ayo para pendeta, jangan gaptek! Bukankah Tuhan Yesus pernah berkata, kita harus cerdik seperti ular, dan tulus seperti merpati?
10 Tips Dalam Menggunakan Google Untuk Pemahaman Alkitab
1. Pastikan Anda sudah menggunakan ejaan bahasa Inggris yang benar. Sebagian besar sumber informasi kristiani berasal dari Amerika Serikat, sehingga penulisan bahasa Inggris yang tepat akan membawa hasil yang tercepat dan terbaik. Contohnya, kata kunci ‚Lukas’ akan membawa kita pada portal Lukas Haas, seorang aktor Amerika. Kata ‚Lucas’ juga langsung memberikan informasi mengenai George Lucas, sang sutradara film Star Wars. Hanya dengan menggunakan kata kunci ‚Luke’, maka urutan yang pertama keluar adalah ‚The Gospel of Luke’.
2. Bingung menentukan ejaan bahasa Inggris yang benar? Jangan putus asa. Google biasanya akan memberikan petunjuk jika Anda salah total dalam memasukkan sebuah kata kunci, dan akan mengusulkan kata terdekat yang mungkin lebih cocok.
3. Takut biaya pulsa melonjak tinggi, atau Telkomnet instan Anda terlalu terengah-engah untuk mendownload kilobyte dalam jumlah besar? Gampang. Sebagian besar informasi terdapat dalam bentuk tulisan, bukan gambar. Padahal yang banyak menyedot bandwidth adalah gambarnya. Jadi, lihatlah tulisannya saja, tidak perlu gambarnya! Caranya: di Internet Explorer, pilih menu Tools - Internet Options - Advanced. Lalu di bawah menu Multimedia, unclick (hilangkan tanda cek berwarna hijau) pada pilihan Play Animation, Play Sound, Play Video, dan Show PIctures. Setiap portal yang Anda download hanya akan menunjukkan tulisannya saja - just what you need.
4. Jika sudah menemukan portal langganan, yang selalu memberikan informasi yang benar, masukkanlah dalam Favourites (klik menu ‚Favourites’ pada Internet Explorer, lalu pilih ‚Add to Favourites’). Favourites adalah daftar kumpulan portal yang Anda pilih. Jadi, jika Anda ingin mencari informasi lagi, cobalah dulu pada daftar Favourites Anda sebelum ke Google. Siapa tahu yang Anda butuhkan sudah ada disana, dan tidak perlu berkeliling dunia lagi untuk mencarinya!
5. Gunakanlah kata kunci yang spesifik. Misalnya, untuk mencari ‚Perjamuan Terakhir’, bahasa Inggrisnya ‚The Last Supper’. Jika Anda hanya memasukkan kata ‘Supper’, maka akan muncul 20.200.000 portal, kebanyakan mengenai makanan. Pusing kan? Tapi dengan memasukkan kata kunci ‘The Last Supper’, portal yang muncul sebanyak 4.760.000 buah. Jadi, Anda menghemat 75% waktu pencarian dengan kata kunci yang lebih spesifik.
6. Gunakanlah kata-kata yang sespesifik mungkin. Jangan coba-coba mencari kata-kata umum seperti ‚berkat’ atau ‚roh’, karena akan muncul jutaan informasi yang tidak berguna buat Anda. Gunakanlah kata spesifik, misalnya ‚Areopagus’, ‚Stoa’, atau ‚Epikuros’, daripada kata-kata umum seperti ‚Paulus’ atau ‚Athena’. Pencarian Anda akan lebih tepat sasaran.
7. Hati-hati dengan apa yang Anda temukan. Dunia maya menyimpan milyaran informasi, dari yang benar sampai yang agak miring. Tidak mustahil bahwa Google akan menuntun Anda justru ke portal-portal atheis atau gnostik yang akan menjerumuskan Anda ke pengertian yang salah. Kalau yang Anda baca dirasa kurang ‚sreg’ di hati, tinggalkan saja, jangan dibaca.
8. Jika Anda menggunakan sebuah portal untuk bahan tulisan, biasakan untuk selalu mencantumkan portal tersebut dalam daftar pustaka. Selain menaati kaidah ilmiah dalam pengutipan karya orang lain, langkah ini paling tidak menghargai sang empunya ide yang menjadi sumber tulisan kita.
9. Biasakanlah untuk mengopi halaman yang menarik dan menyimpannya dalam satu file, untuk dibaca kemudian. Jarang sekali ada satu portal yang memuat semua keinginan kita - seringkali kita menemukan potongan-potongan informasi di beberapa portal, yang harus diolah lagi untuk mendapatkan benang merahnya. Jangan hanya menyalin saja - buatlah sesuatu yang baru!
10. Yang terakhir, berdoalah sebelum ber-google untuk Tuhan. Untuk makan saja kita selalu berdoa memohon bimbingan Tuhan Yesus, apalagi untuk berkelana di belantara dunia maya yang juga berisikan pornografi, kesesatan, dan bahkan portal pemandu bunuh diri? Asalkan hati kita tulus seperti merpati dan selalu berdoa dan berhati-hati, niscaya Tuhan akan beserta kita dalam ber-google ria.
Harry Nazarudin
Matius 10:16
Saya pernah menghadiri sebuah kebaktian di dekat rumah saya. Liturgi berjalan seperti biasa, dengan beberapa lagu dan Pengakuan Iman Rasuli. Dan, tibalah saatnya untuk mendengarkan khotbah. Di dalam Kristen Protestan, khotbah atau Firman Tuhan menjadi pusat dari semua liturgi. Disinilah terjadi dialog antara Tuhan dengan manusia, dimana banyak orang bisa menatap wajah Yesus melalui kata-kata yang diilhami oleh Roh Kudus. Begitu pentingnya khotbah ini, sampai-sampai para anggota GKJJ (Gereja Kristen Jalan-Jalan - orang yang suka pindah-pindah gereja) biasanya memilih beribadah di tempat yang khotbahnya paling bagus. Jadi, wajar saja, kalau hati saya berdebar-debar ketika khotbah akan dimulai. Apa yang akan dikatakan Tuhan Yesus pada saya hari ini?
Dasar khotbah yang diberikan pada hari itu diambil dari Kisah Para Rasul 20:7-11. Cerita ini memang cukup aneh, menceritakan seorang pemuda bernama Eutikhus yang mengantuk lalu jatuh dari lantai atas ketika mendengarkan Rasul Paulus berkhotbah. Rasul Paulus lalu membangkitkan sang pemuda itu dari kematiannya (KIS 20:10). Wah, sebuah cerita mukjijat yang menakjubkan! Tapi, pelajaran apa yang bisa kita peroleh darinya? Memang tidak mudah, dan saya mengharapkan Pak Pendeta akan memberikn inspirasi yang baru di hari itu. „Jadi, Bapak dan Ibu sekalian...“ kata Pak Pendeta memulai khotbahnya. „Makanya, kalau mendengarkan khotbah, jangan sambil ngantuk ya! Nanti jatuh ke bawah dan mati sama seperti Eutikhus!“ kata beliau, disambut tawa hadirin. Masalahnya, Pak Pendeta tidak sedang melucu. Ia baru saja mengungkapkan inti khotbahnya.
Saya pulang, terus terang, dengan hati kesal. Masakan tidak ada makna lain selain ‚jangan ngantuk waktu berkhotbah’? Memang, ayat seperti ini tidak memiliki perintah atau ajaran tertentu yang tersurat. Karena penasaran, sayapun pulang ke rumah. Lewat internet Telkomnet yang murah tapi lambat bukan main, saya pun pergi ke www.google.com. Saya lalu memasukkan nama Eutychus, sang pemuda tadi, karena penasaran ingin mengetahui pemahaman teologis mengenai peristiwa kematiandan kebangkitannya.
Nama itu membawa saya ke website www.christiancourier.com. Ada sebuah artikel berjudul “The Case of Eutychus” oleh Wayne Jackson. Disana dibahas dengan sangat mendetail latar belakang teologis dari peristiwa tersebut. Bahkan sampai penyebutan ‚lampu’ (KIS 20:8) dijelaskan sebagai penekanan bahwa pertemuan kristiani tidak perlu dilakukan dalam gelap, seperti disyaratkan oleh beberapa aliran sesat pada waktu itu. Ternyata, peristiwa mati dan bangkitnya Eutikhus ini memiliki makna mendalam, yakni Paulus mendemonstrasikan kepada para tetua di Troas bahwa kematian bukanlah akhir dari segalanya, dan kuasa untuk melaluinya hanya ada pada Tuhan. Dan, itu baru satu website yang saya lihat. Dengan memasukkan nama Eutychus melalui Google, ada 65.700 website lain yang memuat nama tersebut. Sebuah gudang informasi yang luar biasa lengkap, tapi murah dan mudah dijangkau!
Hal yang sama juga terjadi di hari Minggu yang lain, dimana dibahas mengenai Khotbah Paulus di Athena, Kisah Para Rasul 17:22-32. Waktu itu Pak Pendeta lagi-lagi menjelaskan moral dan cerita yang bisa ditebaknya dari apa yang tersurat di Alkitab, betapa orang Yunani waktu itu adalah penyembah berhala, sehingga harus sehgera bertobat sebelum dihukum. Padahal, di dalam perikop ini disebutkan mengenai golongan Epikuros dan Stoa dan ‘Allah yang tidak dikenal’. Apakah maksud penulis Alkitab mencatat semua ini? Apakah hanya itu saja makna khotbah Paulus di Athena?
Sepulang dari gereja, saya lalu kembali ke www.google.com untuk mencari informasi. Ternyata, latar belakang sejarah yang bisa saya peroleh luar biasa banyaknya. Dengan memasukkan nama ‚Areopagus’, saya bisa memperoleh 231.000 halaman informasi. Lewat link ini pula saya bisa mengerti mengenai konsep ‚Allah yang tidak dikenal’, apa yang disebut golongan Epikuros dan Stoa (KIS 17:18 - untuk latihan, silakan masukkan kata-kata tersebut di Google dan lihatlah apa hasilnya!). Ternyata, khotbah Paulus di Athena sangatlah penting karena Paulus menantang ahli-ahli filsafat pada masa itu. Athena merupakan pusat intelektual dunia, tempat banyak orang cerdik cendekia berkumpul untuk mendiskusikan mengenai alam semesta dan konsep hidup. Bahkan nama-nama terkenal seperti Demokritos, penemu konsep atom, pernah singgah dan sekolah di Athena. Lalu, bagaimanakah seorang Paulus, yang tidak pernah sekolah, hanya berpendidikan seorang warganegara Roma, dengan konsep agama yang baru pula, bisa menantang para cerdik cendekia itu?
Dengan khotbah yang sangat singkat, Paulus ternyata memutarbalikkan pemahaman orang Yunani tentang alam semesta. Paulus menohok ke jantung kemunafikan filsafat Yunani - yang di satu sisi sangat menekankan konsep logika dan kebebasan berpikir, namun di sisi lain menganut paham polytheisme dan memiliki dewa-dewa yang begitu banyak dan tidak masuk akal. Bahkan sampai ada kuil yang ditujukan bagi ‚Dewa/Allah yang tidak dikenal’! Nah, konsep inilah yang digunakan Paulus untuk menjelaskan bahwa pastilah ada satu Zat, Sang Esa, yang berada di balik semua konsep alam semesta (KIS 17:24). Jadi, di tengah Majelis Areopagus Yunani, Kota Athena, yang merupakan jantung polytheisme, Paulus secara tajam dan ringkas berhasil memasukkan konsep monotheisme secara gamblang. Bukan main-main, sesudah khotbah Paulus, beberapa anggota Majelis Areopagus - seperti Dionysius - langsung menjadi percaya.
Hebat! Dan semuanya ini saya peroleh dalam petualangan saya ber-google dalam nama Tuhan. Dengan memasukkan kata kunci ‘Stoicism’ (bahasa Inggris dari golongan Stoa), saya mendapat 597.000 portal. Dengan kata kunci ‘Epicureanism’ (bahasa Inggris dari golongan Epikuros), saya bisa memperoleh 2.150.000 portal. Memang, isinya macam-macam - dari yang benar-benar berhubungan dengan Alkitab, sampai yang bertolak belakang. Namun, toh kita bisa mensortirnya dalam waktu singkat dan menemukan begitu banyak tafsir, latar belakang sejarah, dan artikel-artikel pendukung yang akan membuat pemahaman kita mengenai perikop tersebut lebih mendalam. Hanya butuh waktu beberapa menit dan beberapa ribu rupiah pulsa, namun informasi yang diperoleh begitu luar biasa, dibandingkan dengan membuka buku-buku tafsir yang tebal dan membingungkan. Ayo para pendeta, jangan gaptek! Bukankah Tuhan Yesus pernah berkata, kita harus cerdik seperti ular, dan tulus seperti merpati?
10 Tips Dalam Menggunakan Google Untuk Pemahaman Alkitab
1. Pastikan Anda sudah menggunakan ejaan bahasa Inggris yang benar. Sebagian besar sumber informasi kristiani berasal dari Amerika Serikat, sehingga penulisan bahasa Inggris yang tepat akan membawa hasil yang tercepat dan terbaik. Contohnya, kata kunci ‚Lukas’ akan membawa kita pada portal Lukas Haas, seorang aktor Amerika. Kata ‚Lucas’ juga langsung memberikan informasi mengenai George Lucas, sang sutradara film Star Wars. Hanya dengan menggunakan kata kunci ‚Luke’, maka urutan yang pertama keluar adalah ‚The Gospel of Luke’.
2. Bingung menentukan ejaan bahasa Inggris yang benar? Jangan putus asa. Google biasanya akan memberikan petunjuk jika Anda salah total dalam memasukkan sebuah kata kunci, dan akan mengusulkan kata terdekat yang mungkin lebih cocok.
3. Takut biaya pulsa melonjak tinggi, atau Telkomnet instan Anda terlalu terengah-engah untuk mendownload kilobyte dalam jumlah besar? Gampang. Sebagian besar informasi terdapat dalam bentuk tulisan, bukan gambar. Padahal yang banyak menyedot bandwidth adalah gambarnya. Jadi, lihatlah tulisannya saja, tidak perlu gambarnya! Caranya: di Internet Explorer, pilih menu Tools - Internet Options - Advanced. Lalu di bawah menu Multimedia, unclick (hilangkan tanda cek berwarna hijau) pada pilihan Play Animation, Play Sound, Play Video, dan Show PIctures. Setiap portal yang Anda download hanya akan menunjukkan tulisannya saja - just what you need.
4. Jika sudah menemukan portal langganan, yang selalu memberikan informasi yang benar, masukkanlah dalam Favourites (klik menu ‚Favourites’ pada Internet Explorer, lalu pilih ‚Add to Favourites’). Favourites adalah daftar kumpulan portal yang Anda pilih. Jadi, jika Anda ingin mencari informasi lagi, cobalah dulu pada daftar Favourites Anda sebelum ke Google. Siapa tahu yang Anda butuhkan sudah ada disana, dan tidak perlu berkeliling dunia lagi untuk mencarinya!
5. Gunakanlah kata kunci yang spesifik. Misalnya, untuk mencari ‚Perjamuan Terakhir’, bahasa Inggrisnya ‚The Last Supper’. Jika Anda hanya memasukkan kata ‘Supper’, maka akan muncul 20.200.000 portal, kebanyakan mengenai makanan. Pusing kan? Tapi dengan memasukkan kata kunci ‘The Last Supper’, portal yang muncul sebanyak 4.760.000 buah. Jadi, Anda menghemat 75% waktu pencarian dengan kata kunci yang lebih spesifik.
6. Gunakanlah kata-kata yang sespesifik mungkin. Jangan coba-coba mencari kata-kata umum seperti ‚berkat’ atau ‚roh’, karena akan muncul jutaan informasi yang tidak berguna buat Anda. Gunakanlah kata spesifik, misalnya ‚Areopagus’, ‚Stoa’, atau ‚Epikuros’, daripada kata-kata umum seperti ‚Paulus’ atau ‚Athena’. Pencarian Anda akan lebih tepat sasaran.
7. Hati-hati dengan apa yang Anda temukan. Dunia maya menyimpan milyaran informasi, dari yang benar sampai yang agak miring. Tidak mustahil bahwa Google akan menuntun Anda justru ke portal-portal atheis atau gnostik yang akan menjerumuskan Anda ke pengertian yang salah. Kalau yang Anda baca dirasa kurang ‚sreg’ di hati, tinggalkan saja, jangan dibaca.
8. Jika Anda menggunakan sebuah portal untuk bahan tulisan, biasakan untuk selalu mencantumkan portal tersebut dalam daftar pustaka. Selain menaati kaidah ilmiah dalam pengutipan karya orang lain, langkah ini paling tidak menghargai sang empunya ide yang menjadi sumber tulisan kita.
9. Biasakanlah untuk mengopi halaman yang menarik dan menyimpannya dalam satu file, untuk dibaca kemudian. Jarang sekali ada satu portal yang memuat semua keinginan kita - seringkali kita menemukan potongan-potongan informasi di beberapa portal, yang harus diolah lagi untuk mendapatkan benang merahnya. Jangan hanya menyalin saja - buatlah sesuatu yang baru!
10. Yang terakhir, berdoalah sebelum ber-google untuk Tuhan. Untuk makan saja kita selalu berdoa memohon bimbingan Tuhan Yesus, apalagi untuk berkelana di belantara dunia maya yang juga berisikan pornografi, kesesatan, dan bahkan portal pemandu bunuh diri? Asalkan hati kita tulus seperti merpati dan selalu berdoa dan berhati-hati, niscaya Tuhan akan beserta kita dalam ber-google ria.
Harry Nazarudin
Subscribe to:
Posts (Atom)