‘Tetapi pergilah Naaman sambil gusar dengan berkata: “Aku sangka bahwa setidak-tidaknya ia datang keluar dan berdiri memanggil nama Tuhan, Allahnya, lalu menggerak-gerakkan tangannya di atas penyakit itu dan dengan demikian menyembuhkan penyakit kustaku!”’
2 Raja-raja 5:11
Ada seorang konglomerat di Jakarta yang mengalami sakit punggung yang sangat menyiksa. Karena beliau cukup aktif di gereja dan kuat imannya, beliau sangat mendambakan penyembuhan mukjijat. Maka, iapun mulai berkeliling ke seluruh dunia untuk menghadiri kebaktian kesembuhan yang terkenal di dunia. Atlanta, Toronto, bahkan beberapa tempat di Australia sudah dijelajahinya. Ia menyumbang uang dalam jumlah besar, duduk di dereta paling depan, entah VIP atau VVIP, dan selalu mendapat giliran pertama dalam pemberkatan. Namun, ia tak kunjung sembuh!
Kemudian, ketika sedang berada di daerah Jawa Tengah untuk tugas, ia mendengar bahwa di desa di dekat situ ada sebuah gereja yang mengadakan kebaktian kesembuhan. Gereja ini sangat terpencil, jemaatnya sedikit, dan pendetanya pun tidak terkenal. Apakah akan buang-buang waktu saja kalau ia kesana? Namun, walaupun dengan keraguan, ia berangkay pagi-pagi untuk mencapai desa itu. Jalannya tidak beraspal, letaknya terpencil di tengah hutan di kaki pegunungan. Ketika tiba, ia tersentak kaget. Bangunan gerejanya sudah reot, nyaris rubuh. Ia turun dari mobilnya yang mentereng dibandingkan jemaat lain yang datang naik sepeda, dan masuk ke dalam. Rikuh karena merasa lain sendiri, iapun mengambil tempat paling belakang, di pojok, dan berdoa sendirian. Kalau para penyembuh kelas dunia saja tidak mampu menyembuhkan dia, bagaimana gereja kecil dengan pendeta muda ini bisa? Pikirnya dengan pasrah.
Keesokan harinya, ketika ia sudah kembali ke rumahnya, ia terkejut bukan main. Sakit punggungnya sembuh! Sembuh total! Ia sangat bersukacita. Luar biasa, bahwa sebuah gereja terpencil dan reot, dengan seorang pendeta muda pula, justru sanggur mengalirkan berkatNya sampai ia sungguh-sungguh sembuh. Tapi, karena ia betul-betul tidak menyangka akan sembuh, ia tidak mencatat nama pendeta dan lokasi gereja tersebut. Berkali-kali ia menelusuri pelosok Jawa Tengah, tapi ia tidak bisa lagi menemukan gereja itu. Sampai sekarang, ia selalu memberi kesaksian tentang kesembuhannya ini. Bahwa justru bukan dengan cara meriah dan hingar-bingar ia sembuh, tetapi di sebuah pojok gereja reot yang terpencil! Namun, justru inilah bukti kuasa Tuhan.
Dalam perikop ini, Naaman, seorang perwira militer perkasa kesayangan Raja Aram, terbiasa dengan ritual yang hingar-bingar. Untuk kesembuhan dari kusta, ia rela membayar ribuan talenta emas dan perak, mendatangkan kerbau bule bertanduk tiga, atau mencari tokek berlidah cabang empat sampai ke penjuru dunia. Ia mampu! Ia berkuasa! Namun, toh ia tidak berdaya menghadapi penyakitnya. Ia tidak berdaya menghadapi masalahnya, hanya Tuhan Allah Israel yang menjadi tumpuan harapannya.
Disini, Elisa merupatan utusan Tuhan yang penuh rahmat. Bahkan Raja Israel pun gentar mendengar permintaan Naaman, karena dalam satu kali serang saya tentaranya sanggup menghancurkan Israel. Tetapi Elisa tidak menyiapkan karpet merah dan menunjukkan kemegahan Allah lewat kilauan emas di Bait Suci. Ia justru begitu tenangnya, sampai-sampai ia sendiripun bahkan tidak keluar menyongsong Naaman. Ia menyuruh seorang pegawainya, yang kemudian meminta Naaman untuk mandi tujuh kali di Sungai Yordan. Sungai yang biasa pula, seperti disebut oleh Naaman, kalah jauh dibanding hebatnya Tigris atau perkasanya Efrat. Namun, hanya pesan singkat itu yang diberikan oleh Elisa! Walaupun ragu, akhirnya Naaman melakukannya, dan sembuh.
Pendeta Darmawasih Manulang dalam khotbah yang luar biasa pagi tadi menjelaskan dengan sangat gamblang, betapa kuasa Tuhan tidak selalu hingar-bingar, tidak selalu diiringi awan dan petir menyambar dari langit. Bahkan, anugerahNya tidak selalu indah - kadang-kadang terlihat pahit, menyedihkan, dan menyakitkan, seperti Tuhan Yesus yang menangis darah ketika di Taman Getsemani. Apakah Allah lalu turun dengan jutaan malaikatNya menolong Yesus? Tidak. Tetapi, Allah mengutus malaikatNya, untuk menguatkan Tuhan Yesus menghadapi cawanNya. Kadang-kadang, cawan memang tidak bisa berlalu, tapi bahkan dalam keadaan ini, Tuhan akan memberikan kita kekuatan untuk menghadapinya.
Pendeta Darmawasih mengungkapkan sebuah cerita yang mengharukan. Beliau beberapa waktu lalu mengunjungi seorang anggota jemaat yang aktif dan berusia lanjut. Oma ini baru saja divonis berpenyakit kanker, sehingga hidupnya sungguh sulit didera oleh penyakit ini. Pendeta Damawasih sampai-sampai gugup sebelum menghadapi Sang Oma, karena ia bingung harus bicara apa. Apalagi melihat Sang Oma yang sudah rapuh, masuk ke ruangan dengan kepala tanpa rambut akibat kemoterapi.
Namun, diluar dugaan, Sang Oma justru terlihat ceria. Ia tetap mengobrol seperti biasa, dan ketika ditanya soal penyakitnya, Sang Oma menjawab dengan tegas. Selama hidupnya yang sudah enam puluh tahun lebih, ia sudah banyak menikmati kebaikan Tuhan. Berkat demi berkat diperolehnya, sehingga ia yang berasal dari keluarga tidak mampu, bisa menyelesaikan sekolah, bahkan bisa berjalan-jalan keluar negri. Jadi, selama ini ia mengenal Tuhan dari sisi baiknya saja. Kini, ia ingin mengenal Tuhan lewat penyakit yang dideritanya. Ia ingin mengenal Tuhan dari sisi lain, sisi tantangan berat yang diijinkah terjadi olehNya. Karena, katanya, hanya dengan mengenal sisi inilah, pengenalannya akan Tuhan Yesus menjadi sempurna. Sebuah ungkapan iman yang luar biasa!
Shaloom dan salut untuk Pendeta Damarwasih Manulang yang berkhotbah di GKI Cikarang pagi ini. Walaupun masih muda, Anda berkhotbah dengan penuh hikmat, dengan dasar teologis yang kuat, serta menyajikan ilustrasi yang menyentuh hati. Tidak heran, lagu „Kuberserah kepada Allahku“ yang dinyanyikan sesudah khotbah, betul-betul bersemangat dan dinyanyikan dengan penuh inspirasi. Bravo!
No comments:
Post a Comment