Friday, April 15, 2005

Senjata Makan Tuan

“Lalu Yesus berkata kepada mereka :’Aku bertanya kepada kamu: Manakah yang diperbolehkan pada hari Sabat, berbuat baik atau berbuat jahat, menyelamatkan naywa orang atau membinasakannya?’“
Lukas 6:9

Di daerah sekitar Biak, Papua, terdapat sebuah kepulauan kecil bernama Padaido. Kepulauan ini terdiri dari puluhan pulau-pulau kecil dengan lokasi yang sangat strategis secara militer, sehingga digunakan sebagai pangkalan militer Sekutu pada Perang Dunia II. Sampai sekarang pulau-pulau Padaido masih memiliki reruntuhan sisa Perang Dunia II baik di daerah pantai maupun di dasar lautnya.
Alkisah, pernah di salah satu pulau yang bernama Pulau Meosmanggwandi, sebuah pesawat terpaksa mendarat darurat setelah sayapnya terkena tembakan tentara Jepang. Suaranya yang keras mengagetkan penduduk asli pulau itu yang segera menghampiri ke lokasi jatuhnya pesawat. Sang pilot yang luka parah kemudian menembakkan sisa pelurunya ke langit, supaya tidak dapat dipergunakan musuh, lalu dengan radionya memanggil bantuan ke pangkalan. Beberapa lama kemudian datanglah sebuah motorboat menjemput sang pilot, meninggalkan seluruh bangkai pesawat di dekat pantai. Penduduk yang keheranan menyaksikan burung besi itu kemudian mulai memreteli bagian-bagian dari pesawat. Mula-mula plat besinya dijadikan panci dan wajan, kemudian laras senjatanya digunakan sebagai jangkar untuk kapal-kapal mereka. Begitu seterusnya, sampai yang tersisa hingga sekarang adalah blok mesin delapan silinder yang terlalu berat untuk diangkat, teronggok begitu saja di tempat semula. Sangat indah untuk menyadari bahwa pesawat tempur, mesin yang diciptakan untuk menghancurkan dan membunuh, bisa berubah fungsi dan digunakan sebagai panci, wajan, jangkar, dan barang-barang lain untuk tujuan damai, oleh orang-orang yang hatinya bersih dan tidak memiliki niat untuk berperang.
Dalam perikop diatas diceritakan mengenai komentar Tuhan Yesus mengenai hari Sabat. Sabat, seperti tertulis dalam Imamat 16:31, adalah kesempatan yang diberikan Allah untuk „merendahkan diri dan berpuasa“. Sabat adalah waktu untuk introspeksi, kontemplasi, berdiam diri dan mengkoreksi diri di hadapan Allah. Namun, dengan perkembangan waktu, para Ahli Taurat mengubah Sabat menjadi keharusan yang menyeramkan. Sabat bukan lagi tanda damai, melainkan dijadikan alasan untuk mencelakakan, bahkan membunuh orang. Dalam perikop diatas, terlihat jelas sikap munafik Ahli Taurat dan orang Farisi: bukannya membantu orang cacat, melainkan mau menggunakan aturan Sabat untuk menjebak Tuhan Yesus! Sabat seperti logam, yang diciptakan Allah untuk kebaikan, namun diubah oleh tangan manusia jahat menjadi mesin pembunuh yang kejam.
Namun Tuhan Yesus dengan kemurnian hatiNya mampu mengubah senjata Sabat menjadi tangan Allah untuk menolong orang. Dengan tegas Ia menyatakan kembali maksud Sabat, dengan menantang maksud aturan ‘boleh’ dan ‘tidak boleh’. Ia meluruskan kembali Sabat ke makna aslinya, yakni sebagai waktu istirahat, bukan waktu dimana seseorang dikekang dari kebebasannya. Ia mengetahui maksud jahat orang Farisi dan ahli Taurat untuk menggunakan Sabat sebagai alat untuk membinasakan orang! Dengan tegas, Ia kemudian menyembuhkan si sakit, dan mencengangkan semua pengunjung yang ada di Bait Allah saat itu. Dengan ketulusan hatiNya, Ia telah mengubah senjata menjadi alat yang berguna bagi kehidupan!

No comments: