Thursday, August 18, 2011

Cahaya Karunia



“And God said, ‘Let there be light,’ and there was light”
Genesis 1:3



Hal apakah yang pertama kali diciptakan oleh Allah, ketika Ia menciptakan alam semesta? Dalam kitab Kejadian, setiap orang yang pernah sekolah minggu pasti mengetahui bahwa Allah pertama kali menciptakan terang. Sebelumnya, kitab Kejadian melukiskan dunia sebagai gelap gulita, dan roh Allah melayang-layang diatas air, tetapi Allah belum menciptakan apa-apa. Ia kemudian menciptakan terang – kemudian memisahkan terang dari gelap, dan menamai yang terang sebagai siang, dan yang gelap sebagai malam.



Joseph Haydn, seorang komponis kelahiran Austria, pernah membuat komposisi yang diberi judul ‘The Creation’, yang melukiskan kisah penciptaan dalam Kejadian 1 sebagai sebuah komposisi musik. Salah satu episodenya berjudul ‘And then there was light’, sebuah deskripsi penciptaan cahaya lewat musik. Dari melodi awal yang sendu dan gelap, tiba-tiba bagian biola dan terompet memainkan sebuah melodi yang indah, lembut, dan mengalun hangat, menyejukkan hati yang suram. Musik ini bahkan sering digunakan di film-film kartun untuk menggambarkan bunga yang bertumbuh atau pagi yang merekah.



Ternyata, peristiwa ini bukan saja indah, tetapi juga masuk akal secara fisika. Albert Einstein, seorang ilmuwan jenius, mengungkapkan teori relativitas pada tahun 1960-an. Apa itu teori relativitas? Intinya, teori ini mengatakan bahwa semua satuan yang kita gunakan untuk mengukur, mulai dari kecepatan, suhu, panjang, atau bahkan waktu, adalah relatif. Ya – semuanya relatif dan hanya bisa diukur jika dibandingkan dengan sesuatu yang lain. Contohnya adalah satuan waktu – satu detik. Seberapa lamakah satu detik itu? 1/60 dari satu jam? Lalu bagaimana kalau jam kita terlalu lambat atau terlalu cepat – padahal jam kita toh tetap berdetak? Untuk mendefinisikan satu detik, kita hanya dapat membandingkan dengan sebuah satuan yang lain, yakni 1 detik adalah 9192,631770 kali atom Cesium 133 mengalami transisi. Dengan demikian, satuan detik hanya bisa didefiniskan melalui pembandingan dengan hal lain – dalam hal ini transisi atom Cesium. Lalu, dengan demikian, haruslah ada satu konstanta universal yang konstan, bukan? Pasti ada sebuah angka konstan, basis untuk menghitung dan mengukur semua sifat alam semesta? Apakah konstanta itu menurut Einstein?



Cahaya. Ya! Kecepatan cahaya 3 x 108 m/detik, menurut Einstein, adalah konstanta universal. Kecepatan cahayalah konstanta universal itu – yang tetap nilainya dimanapun juga. Fakta ilmiah ini cocok dengan catatan Alkitab, bahwa Allah tidak menciptakan manusia, pelangi, atau api terlebih dahulu, tetapi cahaya terlebih dahulu. Karena, dengan adanya kecepatan cahaya, barulah semua sifat Alam Semesta bisa tercipta dan memiliki pembanding. Sebuah kenyataan bertemunya iman dan ilmu secara cantik!

Tomang, 16 Agustus 2011

No comments: