“Karena setiap orang yang mempunyai, kepadanya akan diberi, sehingga ia berkelimpahan. Tetapi siapa yang tidak mempunyai, apapun juga yang ada padanya akan diambil dari padanya.”
Matius 25:29
Penjelasan Tuhan Yesus mengenai talenta ini sudah sering dibahas di berbagai khotbah. Tapi, kalau diperhatikan, bukankah perikop diatas ini kelihatannya bertentangan dengan prinsip yang biasanya diajarkan oleh Tuhan Yesus? Biasanya Tuhan Yesus selalu membela yang pihak yang lemah. Ia selalu berada di pihak yang miskin, sakit, atau tidak berdaya, bahkan Ia pernah berkata: “Kemarilah kepadaKu, semua yang letih lesu dan berbeban berat” (Mat 11:28). Tapi di perikop ini tidak demikian. Ia justru seolah-olah bertindak dengan kejam!
Bayangkan: karena mau keluar negri, si Boss menitipkan uangnya pada tiga pegawainya: satu orang mendapat Rp 50 juta, orang kedua Rp 20 juta, dan orang ketiga Rp 10 juta. Pegawainya ini bukan manajer, bukan pula direktur. Si Boss juga tidak memberikan instruksi apa-apa, tahu-tahu dia pergi saja. Nah, para pegawainya pun kebingungan, dan bertindak sendiri-sendiri. Yang dapat Rp 50 juta, pontang-panting buka toko, memberi kredit, dan akhirnya mendapat untung Rp 50 juta lagi. Total Rp 100 juta! Yang kedua sama: dengan Rp 20 juta, ia membuka usaha MLM dan mendapat untung 20 juta. Yang mendapat modal paling kecil, cuma Rp 10 juta, tentu saja bingung menjalankan uangnya. Modal Rp 10 juta, mau buat apa? Akhirnya, ia simpan saja sampai si Boss pulang. Wajar bukan? Masih untung tidak ia bawa kabur atau dikorupsi. Toh si Boss tidak memberikan instruksi apa-apa, apalagi mengajarinya menjalankan uang. Namanya juga nitip, kembali modal wajar dong?
Biasanya, kisah ini akan berakhir happy ending a la Alkitab: yang dapat untung besar akan dapat pujian dari si Boss, sementara sang pegawai malang yang dapat modal paling kecil, juga akan dihargai oleh si Boss, karena minimal ia tidak mencuri atau mengkorupsi. Yang lemah harus dibela bukan? Tapi, apa yang terjadi disini? Si Boss bukannya berbaik hati! Lihat saja komentarnya: “Kalau begitu, uang Rp 10 juta itu kamu transfer ke Joni yang dapat Rp 100 juta, biar bonus dia bertambah Rp 10 juta!” (ref. Mat. 25:28). Waduh, kejam sekali! Masak sudah miskin, diambil pula uangnya, diberikan pada yang paling kaya lagi! Bukan cuma itu: “Untuk kamu, saya akan PHK sekarang juga, supaya masuk ke kegelapan paling gelap!” (ref. Mat. 24:30). Nah. Bukan cuma diambil uangnya, sang pegawai yang malang ini malah di-PHK pula. Padahal, ia tidak bersalah bukan? Si Boss kan tidak memberi target, berapa yang harus ia capai? Si Boss juga tidak memberi training, bagaimana caranya menjalankan uang. Lalu, mengapa si Boss begitu kejam?
Malcolm Gladwell, seorang penulis asal New York dalam bukunya “Outliers”, mengajukan sebuah teori menarik mengenai kesuksesan. “Outliers” berarti seseorang yang luar biasa, atau berhasil mencapai sesuatu diluar kebiasaan umum. Dalam buku ini, ia menganalisa kesuksesan orang-orang terkenal, baik atlit, konglomerat, maupun politikus. Ia menyinggung tentang ‘prinsip Matius’ dalam bab kedua: bahwa mereka yang mempunyai akan diberi, dan yang kekurangan akan dikurangi.
Contohnya sederhana: ia menganalisa daftar tanggal lahir dari tim hoki nasional Kanada dan tim nasional sepak bola Ceko (Anda bisa mencoba pada tim Persib atau Persija!). Ia mendapatkan bahwa hampir semua pemain lahir pada bulan Januari sampai Maret! Mengapa demikian? Ini disebabkan oleh proses penentuan pemain berbakat yang diambil dari tim sekolah. Sekolah di Kanada dan Ceko memiliki cut-off date atau tanggal batas kelas pada 1 Januari. Jadi, anak yang lahir 2 Januari akan sekelas dengan anak yang lahir 31 Desember pada tahun yang sama. Apa akibatnya? Tentu saja Anton yang lahir 2 Januari badannya lebih besar, larinya lebih cepat, dan perkembangannya lebih maju, dibanding Toni yang lahir 31 Desember!
Jadi, ternyata, anak yang masuk seleksi tim terbaik bukanlah yang paling berbakat, tapi yang lahir duluan. Dengan lahir duluan, sang anak tumbuh lebih dulu, masuk tim nasional, lebih banyak dapat waktu latihan, lebih banyak dapat teman latih setanding, dan seterusnya, sampai sang anak bisa jadi atlit terkenal - hanya gara-gara ia lahir lebih dulu - bukan karena ia berbakat. Inilah yang disebut prinsip Matius: sudah untung karena lahir lebih dulu, makin untung karena dapat berbagai kemudahan! Bagaimana dengan yang lahir belakangan? Tidak hanya dalam olah raga, dalam pelajaran pun sering tertinggal, akhirnya dicap sebagai anak ’bodoh’, sampai-sampai tumbuh menjadi orang yang tidak percaya diri. Nah - yang lahir belakangan - sudah kurang, makin dikurangi pula!
Berarti, Tuhan Yesus memang jenius. Selama ini kita mengira bahwa kesuksesan adalah murni dari bakat sendiri, hasil usaha sendiri, buah kerja keras dan kesungguhan hati. Ternyata tidak! Ada orang yang memang dilahirkan untuk sukses - karena punya fasilitas, keluarga, bahkan tanggal lahir - yang cocok. Sementara ada orang yang kurang beruntung, dilahirkan pada waktu yang salah, dari keluarga broken home pula. Menyedihkan memang, tapi, sejarah membuktikan, begitulah adanya! Dan hal ini sudah dikemukakan oleh Tuhan Yesus, dua ribu tahun yang lalu. Bahwa ada orang yang memang punya 5 talenta - artinya punya banyak kesempatan untuk sukses, dan ada yang punya 1 talenta - punya lebih sedikit kemungkinan untuk sukses.
Lalu, apa pelajaran yang bisa ditarik dari perikop Matius ini? Perhatikan bahwa Tuhan Yesus justru mengecam orang yang memiliki 1 talenta. Mengapa? Karena sikapnya! Yang 5 talenta dapat 5 talenta, yang 2 talenta dapat 2 talenta. Pastilah si Boss juga akan senang, kalau saja yang 1 talenta itu bertambah 1 saja, jadi 2 talenta. Cukup! Talenta yang sedikit bukan alasan untuk tidak berusaha, tidak bekerja keras. Talenta adalah tanggung jawab - dan berapapun jumlahnya, harus diusahakan. Sang pegawai yang malang ini dihukum bukan karena ia modalnya sedikit, tapi karena ia tidak berusaha sama sekali untuk mengembangkan modalnya. Padahal, dengan keterbatasannya, justru ia harus berusaha lebih keras untuk berhasil.
Banyak diantara kita yang bersikap seperti si pegawai bertalenta satu ini. Merasa lahir dari kondisi yang kurang beruntung, dan tambah tidak beruntung karena sikap kita yang pasif. ”Memang nasib sudah begini...” kata yang satu. ”Mungkin ini kehendak Tuhan...” kata yang lain. Padahal, omong kosong! Apakah Tuhan menghendaki kita pasrah? Apakah Tuhan menghendaki kita mengubur talenta kita dalam tanah dan meratapinya? Tidak! Tuhan ingin kita berusaha. Tuhan ingin kita bekerja, mengubah nasib, dan menjadi sukses - darimanapun kita berasal. Ia bukan Tuhan yang kejam - buktinya, Ia cukup puas mendapat 5 talenta dari modal 5, dan 2 talenta dari modal 2. Ia tidak mengharapkan 100 talenta dari modal 5 talenta. Tapi, inilah intinya - talenta itu harus berkembang, tidak boleh dikubur dalam tanah dan ditangisi seumur hidup. Jadi, mulailah berusaha. Jangan menyalahkan Tuhan atau nasib, karena ini dan itu. Bahwa beberapa orang lebih beruntung dari kita, itu sudah wajar di dunia ini. Tapi bukan berarti kita tidak bisa sukses. Bangun dan kejarlah talenta itu, supaya kita tidak dihukum oleh Boss kita!
Kunshan, 25 Oktober 2009.
No comments:
Post a Comment